MENGGALI BUDAYA SENTANI DI PAPUA UNTUK INDONESIA

Penelitian

DALAM AGENDA “WAKTU INDONESIA TIMUR”

(Journey To The East)

 Oleh Pilipus M. Kopeuw, S.Th, M.Pd

Bersama:

Pencetus: Ikatan Keluarga Mahasiswa Timur” Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Pelaksanaan Jumat 13 September 2013

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Definisi Kebudayaan

Kebudayaan dapat kita sederhanakan sebagai suatu sistem ideasional atau sistem gagasan atau “the state of mind” yang mendorong pola perilaku yang khas pada suatu kelompok sosial. Kebudayaan dapat juga berupa nilai-nilai dasar yang memberi orientasi perilaku yang khas dan dianggap sebagai bagian dari hidup yang sangat penting dijaga atau dipertahankan. Jika kebudayaan dapat berubah, maka perubahan kebudayaan cenderung dalam upaya pencapaian keseimbangan fungsional. Dengan demikian dalam konteks ini, kebudayaan juga sering menjadi faktor penyebab mau-mundurnya suatu kemajuan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Wujud kebudayaan dapat berupa sistem budaya, sistem sosial, dan juga kebudayaan materi.

 B. Suku Sentani dalam Papua

Papua kaya akan adat istiadat dan budaya. Orang Papua dengan ciri fisik yang menonjol adalah kulit hitam dan berambut keriting. Ciri lain yang dapat dilihat berdasarkan ciri budayanya, tampak pada kesenian, sistem religi, organisasi sosial, sistem teknologi tradisional dan bahasa. Ada kesamaan dalam hal ini (Gabriel, 2010).

Papua sudah tiga kali mengalami pergantian nama. Dulu disebut Irian Barat Barat, karena Negara Papua New Guinea disebut dengan Irian Timur karena keduanya berada dalam satu pulau yang disebut pulan Irian, waktu itu. Kemudian, nama Irian Barat berubah lagi menjadi Irian Jaya. Pada Jaman pemerintahan Presiden Gus Dur, nama Irian Jaya dirubah lagi menjadi Papua. Saat ini, Pulau Papua telah dimekarkan dan terbagi dalam dua provinsi, yaitu provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Provinsi Papua miliki 28 Kabupaten dan 1 Kota Madya. Kabupaten itu adalan Asmat, Biak Numfor, Boven Digoel, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, Jayapura, Jayawiya, Keerom, Kepulauan Yapen, Lanny Jaya, Maberamo Raya, Mamberamo Tengah, Mappi, Merauke, Mimika, Nabire, Nduga, Paniai, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Sarmi, Supiori, Tolikara, Waropen, Yahukimo, Yalimo, dan Kota Jayapura. Masyarakat yang memiliki budaya Suku Sentani terdapat di provinsi Papua,dan masuk di wilayah administrasi Kabupaten Jayapura dan Kota Madya Jayapura.

Ada stigma umum di kalangan non Papua bahwa, orang Papua semuanya sama. seperti halnya Papua yang tidak tahu Jawa secara utuh, mengatakan orang Jawa semua sama. Orang Papua juga terbagi dalam dua kelompok besar yaitu kelompok masyarakat gunung dan kelompok masyarakat pantai. Data sementara tahun 2008, jumlah suku di Papua sebanyak 267 suku. Suku di Papua ini terbagi ke dalam 7 wilayah adat yaitu : Wilayah Adat Mamta, Wilayah Adat Saireri, Wilayah Adat Bomberai, Wilayah Adat Domberai, Wilayah Adat Ha-Anim, Wilayah Adat La-Pago, Wilayah Adat Mi-Pago. Suku Sentani merupakan salah satu suku di Wilayah Adat Mambramo dan Tami (Mamta).

Dalam Penjelasan Mansoben (Tabloit Jubi, 2008) Secara detail terdapat tujuh wilayah adat di Papua daerah daerah antara lain, wilayah adat 1 (Mamta) meliputi Port Numbay, Sentani, Genyem, Depapre, Demta, Sarmi, Bonggo, Mamberamo. Wilayah adat 2 (Saireri) yakni Biak Numfor, Supiori, Yapen, Waropen, Nabire bagian pantai. Wilayah adat 3 (Domberay) antara lain Manokwari, Bintuni, Babo, Wondama, Wasi, Sorong, Raja Ampat, Teminabuan, Inawantan, Ayamaru, Aifat, Aitinyo.Wilayah adat 4 kawasan Bomberay meliputi  Fakfak, Kaimana,Kokonao dan Mimika. Wilayah adat 5 kawasan Ha Anim meliputi Merauke, Digoel, Muyu, Asmat dan Mandobo. Wilayah adat 6 kawasan Me Pago antara lain Pegunungan Bintang, Wamena, Tiom, Kurima, Oksibil, Okbibab. Wilayah adat 7 kawasan La Pago antara lain, Puncak Jaya,Tolikara, Paniai, Nabire pedalaman.

C. Fakta-Fakta Kebudayaan di Papua

  • Kebudayaan-Kebudayaan di Papua jumlah dam variasinya banyak (267 menurut kategori bahasa Summr Iinstitute Linguistic (SIL, 2008), termasuk wilayah ekologis yang berbeda (daerah rawa, pantai, laut, dataran rendah-tinggi, dan pegunungan yang tinggi, memberi pengaruh yang signifikan dalam penampilan kebudayaan masing-masing etnik.
  • Orientasi nilai ekonomi masih konsumtif dengan dengan subsistence/penghidupan/mata pencaharian terbatas.
  • Etos kerja sebagian masih rendah, bila dihubungkan dengan produktifitas. Produktifitas kerja terlalu rendah.
  • Hasil kerja keras dan saving di kembalikan ke social cost (pembayaran mas kawin, ganti rugi/utang).
  • Modal sosial (social capital), dibangun dari perbuatan baik, cara memecahkan masalah social, membayar harta mas kawin, harta kepala yang menjadi beban keluarga.
  • Peluang kesempatan harus diberikan/usaha menangkap peluang pasar.
  • Kemajuan kolektif diutamakan dibanding kemajuan perorangan.  (Sumber. Freddy Sokoy, 2011).

 Menurut Alomang Nilai-nilai Adat istiadat bisa hilang, tentu saja bukan tanpa alasan. Kekhawatiran bahkan lebih tepat keprihatinan semacam ini, dimana terpaan pergaruh sangat gencar dan hampir tidak dapat dibendung, apalagi dalam zaman komunikasi dan informasi yang amat canggih dewasa ini (Ans, 2009: 97-98)

 C. Masalah Global Kebudayaan

1. Cultural Identity

  • Pengetahuan budaya yang rendah
  • Pasar global
  • Key informan budaya sangat terbatas
  • Keluarga bukan lagi sumber inspirasi dan pengetahuan kebudayaan tetapi menjadi tempat/ sumber pengetahuan pendidikan formal dan pendidikan agama yang semu.
  • Obsesi/harapan masa depan yang dangkal (IPA, Komputer, Kedokteran, dll, bukan ilmu humaniora dan secara khusus ilmu antropologi)

 2. Eco – Budaya (Wilayah Budaya) dan Variasi Budaya

  • Ego suku dan klen menguat dan berdampak terhadap pemekaran kesukuan yang tajam.
  • Konflik terselubung yang mengarah kepada disharmoni sangat potensial diaktifkan bila terdapat masalah etnik yang terkesan tidak memiliki pemecahan yang memadai.
  • Keunggulan daerah/kekayaan daerah disederhanakan sebagai asset ekonomi jangka pendek dan rentang terhadap konflik.
  • Loose structure (kelonggaran struktur kekerabatan dan pranata budaya)
  • Peran dalam dunia kebudayaan tidak bisa direpresentasikan oleh dunia pendidikan formal dan agama.
  • Organisasi modern (seperti GajahI versus organisasi tradisional (seperti semut) berasas formal-non formal, jangka pendek-jangka panjang, berorientasi dana – orientasi padamu negeri  dan sedikit bicara tetapi berbuat banyak atau bicara banyak tetapi berbuat sedikit.

BAB II

SEJARAH SUKU SENTANI (PHUYAKHA BHU)

 A. Asal-Usul Suku Sentani dengan Ras Melanesia

 1. Migrasi menuju Sentani (Phuyakha Bhu)

Galis (1996) menyebutkan bahwa masyarakat Sentani berasal dari Timur lalu menyeberang ke Barat dan menemukan danau Sentani atau Phuyakha yang berarti air tenang. Penduduk Sentani tersebar di tiga wilayah yaitu:

–        Di bagian barat terkonsentrasi di Yonokhom dan menyebar di beberapa kampung.

–        Di bagian timur terkonsentrasi di pulau Asei dan menyebar di beberapa kampung

–        Di bagian tengah terkonsentrasi di pulau Ajau dan menyebar di beberapa kampung.

Orang Sentani adalah kelompok masyarakat pejuang yang tangguh mempertahankan identitas etnisnya. Walau telah mengalami geseran budaya berkali-kali dari kelompok etnis lainnya. Sebelum menetap di tepian dan dan pulau-pulau di danau Sentani, mereka berasa dari Honong Yo Walkhau Yo, di seputar daerah Nyoa dan Moso di sebelah Papua New Guinea. Ketika terjadi mograsi besar-besaran secara bergelombang, terjadi gesekan-gesekan antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lain sehingga masuk ke danau Sentani secara terpisah-pisah dan tidak bersamaan waktu.

Kelompok pertama adalah kelompok Asatou yang digabungi oleh sub-sub kelompok Bebuho, Asabo, Phouw, Khele, Phualo, bermigrasi dari Honong Yo melewati Wutung, menyeberang ke Rolowabu-wabu Yomo, bermukim disana, kemudian berangkat melewati Aukhone-Khone, Dobon Fere, dan membuat kampung di Horoli. Dari Horoli, pindah ke Yomokho-Waliau Yo melewati Mekhenewai. Dari Yomokho-Waliau Yo, mereka pindah dan menetap di Oheikoi-Yo (kampong Asei). Dari Oheikoi pindah ke Raid Au Kleu dan membuat kampung Kleubulouw. Rouboto pindah ke Waena. Kelompok Pui, Soro, Makanewai, Youwe ditinggal di sekitar Rolowabu-wabu Yomo (Kayu Batu).

Pada migrasi kedua, berangkat dari Honong Yo, kelompok Razing Kleubeu mengambil arah selatan dengan menggunakan perahu melewati kampong Eha (Nafri), mendaki gunung  dan membuat pemukiman sementara du Umabo Besar dan Umabo Kecil. Dari Umabo turun ketepian Phuyakha bhu, menyeberang ke Yomokho-Waliau-Yo bergabung dengan kelompok Asatou, mengangkat ondofolo. Kemudian bersama-sama menyeberang ke kampung Oheikoi. Pindah ke Ebuheal ke Ayapo dan membentuk kampung Ayapo. Dari Ayapo, kelompok Mebli Iyme ke Yokha dan membuat kampung Hebeaibulu di lokasi bekas kampung Hebeaibulu yang telah punah.

Kelompok ketiga adalah kelompok yang dipimpin oleh Yokhu Mokho, berangkat dari Honong Yo-Walakhau-Yo, melewati Wanimo, Wutung, lewat Mabouw, masuk teluk Yotefa bermukim di Endukha Yo, kemudian berangkat menyeberang naik gunung Rey Humungga, terus melewati Hokhom-Hisili, Ma Khele, Robhomfere, Atam dan masuk danau Sentani bagian tengah dan membentuk kampung Remfale yang disebut kampung Ifale sekarang.

Kelompok yang lebih awal dari kelompok pertama, kedua dan ketiga adalah kelompok Heaiseai. Arus migrasi terjadi Walakhau Yo, melewati dataran Ebum Fau, terus berhenti di Yokha Wau dan mendirikan kampung Yokha Wau. Dari Yokha Wau Yo, di sponsori oleh Ibo, Khabey dan Monim menyeberang ke Ajau, kemudian  dari Ajau menjadi pusat persebaran. Dari Ajau pindah ke Khabeite Olow dan membentuk kampung Khabetlouw yang sekarang disebut Ifar Besar. Kemudian Monim pindah dan mendirikan kampung Putali, dan Ibo mendirikan kampong Atamali. Rokhoro pindah dari Ajau lebih ke arah barat daya dan mendirikan kampong Hemfolo.

Kelompok migrasi berikutnya berjalan terus kearah barat danau Sentani, tiba di Yo Waliau Yo, di atas gunung kampung Donday. Dari Yo Waliau Yo turun ke tepian air dan menyeberang ke pulau Yonokhom dan membentuk kampong Yo Nokhom Yo. Dari Yonokhom pindah sebagian masyarakat kembali ke sekitar Yo Waliau Yo dan membentuk kampung Donday, yang lain pindah kea rah barat dan membentuk kampong Yakonde dan Sosiri.

Bagian masyarakat lainnya pindah membentuk empat kampong do Do Yo. Pulau dan kampung Yonokhom atau Kwadeware menjadi pusat penyebaran kebudayaan di Sentani Barat. Di seluruh Sentani terdapat tiga pusat penyeberan yaitu, di Sentani Timur pulau Asei dikenal sebagai pusat persebaran kebudayaan, di bagian tengah pulau Ajau menjadi pusat persebaran kebudayaan, dan pulau Yonokhom (Kwadeware) dikenal sebagai pusat persebaran kebudayaan di bagian barat Sentani.

 2. Masa lalu masyarakat Sentani (Phuyakha-bhu)

Masa lalu masyarakat Sentani ditandai dengan kehidupan yang penuh mistis. Dunia mistis ditandai dengan rasa takut terhadap segala yang dipandangnya dari alam raya ini memiliki daya-daya yang seram, mengganggu dan mematikan. Demi keselamatannya, mereka mencari semacam taktik guna menemukan hubungan yang tepat antara dirinya sebagai manusia dengan daya-daya dari kekuatan tersebut. Tindakan-tindakan yang serba religious magis dilakukan dalam rangka menjaga kelestarian hubungan dengan daya-daya pada alam. Perbuatan-perbuatan praktis misalnya, tata upacara dalam beraneka ragam diutamakan. Dongeng-dongeng suci diantaranya tentang terjadinya danau, dunia, gunung dan sebagainya, memainkan peranan pula. Dunia mistisnya bergeser ke alam ontologis, yang berjalan berdampingan mempengaruhi tahapan kehidupan masyarakat Sentani. Dalam dunia ontologis, manusia Sentani mulai membuat  jarak terhadap segala sesuatu  yang berkemungkinan mempengaruhi kehidupannya. Dari pandangan mithologis dan dunia ontologi  dapat ditarik kesimpulan tentang inti pandangannya tentang alam semesta, bahwa tokoh-tokoh mithologi merupakan personifikasi dari kekuatan-kekuatan alam yang mengarahkan hidup manusia untuk mengenal bahwa pemilikan kekuasaan rahasia atas hujan, api, terang dan sebagainya diperuntukan bagi kebutuhan manusia.

Segala sesuatu menyangkut pengaturan alam semesta seperti matahari, bulan, danau dan sebagainya merupakan hasil perbuatan para leluhur yang dilakukan bersama dengan para tokoh mithologi.

Pandangan kosmologi terurai di atas mengandung dualisme antara dunia nyata dan dunia tidak nyata (dunia maya) . sejalan dengan dualisme pandangan itu terdapat antagonisme dalam kehidupan bersama manusia, terutama antara saudara tua dan saudara muda. Perusuhan yang tibul akibat pertentangan berakhir pada perebutan kekuasaan, penguatan kedudukan yang menang dan pemisahan Yo-Wakhu. Antagonisme berpangkal mula dari persoalan kedudukan, kekuasaan dan harta warisan, serta melatar belakangi  sejarah kelompok-kelompok masyarakat Sentani, yang berpengaruh terhadap penggabungan dan kerja sama antar Yo. Para tokoh mithologi mengarahkan para leluhur agar menggunakan kepemilikan rahasia dan hak kekuasaan atas hujan, api, air, hewan, tanaman, dan sebagainya kepada keturunan mereka selaku pemegang kekuasaan serta mewajibkan penggunaan hak dan kekuasaan demi kepentingan rakyat (akha-beakhe).

Di balik hak dan kekuasaan terdapat kewajiban pemegang kekuasaan adat untuk melindungi rakyat yang oleh orang Sentani disebut “Holei-Narei” artinya memelihara, mengayomi dan memberi makan. Kewajiban holei-narei dilakukan oleh para penguasa adat kepada kesatuan masyarakat adat yang telah menetap pada tiap-tiap Yo. Apa yang dimaksud dengan Yo?

Yo dalam bahasa Indonesia disebut kampung. Kampung adalah kesatuan hidup setempat (komunitas) yang terbentuk karena adanya ikatan tempat tinggal dan sekalipun wilayah tempat tinggal itu merupakan syarat mutlak, tetapi solidaritas Yo dicirikan pula oleh adanya hubungan dan perasaan persaudaraan pada warganya, rasa persatuan dan kesatuan dan kesamaan dalam satuan-satuan iyme (marga). Persatuan, kesatuam dan kesamaan-kesamaan biasanya amat kuat, sehingga dapat menjadi sentiment persaudaraan karena mengandung unsur-unsur rasa kepribadian kelompok. Kelompok kecil serupa disebut Yo, dan para Ondofolo menjadi pemimpin adat tertinggi dan Kose yang berada setingkat dibawahnya. Faktor-faktor yang mendukung adanya suatu Yo adalah sebagai berikut:

  1. Mempunyai wilayah tempat tinggal yang ditentukan atas pilihan bersama para leluhur, mempunyai latar belakang sejarah Yo, mempunyai bidang-bidang tanah dan batas-batas perairan tertentu sebagai tempat mata pencaharian penduduk. Letak sebuah kampong di Sentani dengan batas-batas teritorialnya, letak tempat Yo atas pilihan para leluhurnya. Bidang-bidang tanah dan air, merupakan warisan leluhurnya yang dipertahankan dengan sangat ketat. Mereka menjaga dan memeliharanya secara turun temurun dari gangguan dan pemanfaatan sewenang-wenang dari pihak yang lain.
  2. Individu-individu dalam komunitas Yo karena sedikit jumlahnya dapat saling kenal-mengenal satu dengan lainnya dan bergaul dengan leluasa. Umumnya pada komunitas Yo para warganya mempunyai hubungan kesamaan dan persatuan dalam memperjuangkan wilayah tempat tinggal.
  3. Dalam komunitas Yo, perasaan timbal balik dalam hal saling memberi dan menerima serta sifat gotong-royong dibina dengan baik, sehingga memungkinkan mereka hidup dari lapangan kehidupan secara bulat.
  4. Memiliki rasa kampungisme yang sangat tinggi, karena kampung dianggap sebagai negara kecil yang sangat dicintai dan dibela.

 3. Suku Sentani dalam Ras Melanesia

Negara-negara yang termasuk dalam Ras Melanesia menurut keterangan dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, adalah Fiji, Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Kaledonia Baru, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat. Apa yang membuktikan bahwa Suku Sentani adalah Ras Melanesia? Pertama, pada bagian migrasi menuju sentani, dijelaskan bahwa masyarakat asli Sentani melakukan exodus dari Nyoa dan Moso disebelah Papua New Guinea.  Kedua, berdasarkan cerita asal-usul terjadinya ‘Danau Sentani versi Sentani tengan’ oleh Pilipus Kopeuw (Juli 2009), bahwa terjadi exodus, masyarakat asli Sentani dari Papua New Guinea menuju Sentani. Ketika hendak berpesta di bulan purnah, terjadi kesalahan oleh anak perempuan Ondofolo, karena mengambil burung cenderasih tanpa ijin kepada tuan tanah (penunggu). Ular ini akhirnya menelan anak gadis Ondofolo ini lalu pergi meninggalkan tempat pesta. Kemudian setelah itu, Ondofolo memerintah mengejar ular itu dan membunuh. Singkat cerita, ular itu dibunuh, ketika ular itu dihujani tombak bertubi-tubi, maka ia merontah-rontah, waktu itu belum ada Danau Sentani. Akibat merontahdan menggeliat kesakitan maka menyebabkan daratan itu berlubang-lubang. Ular ini adalah ular raksasa dengan kekuatan besar. Tempat sepanjang ular itu mati akhirnya menjadi danau. Danau itu yang kemudian, setelah ditempati, di sebut dengan “phuyaka (sentani). Dari sejarah dan cerita asal-usul danau sentani dapat menjelaskan secara spesifik bahwa, Suku Sentani adalah juga Ras Melanesia.

 B. Wilayah Suku Sentani

Untuk mengenal Sentani lebih mudah, ada salah satu Kesebelasan sepak bola yaitu “Persidafon”. Tim Persidafon ini berasal dari Sentani. Sentani ada di Kabupaten Jayapura. Di Kabupaten Jayapura ada 19 Kecamatan dan 139 Kampung serta 3 kelurahan. Masyarakat Asli Suku Sentani hidup di sekitar danau Sentani. Danau Sentani menjadi sumber pencaharian turun temurun. Ikan yang terkenal dari danau sentani adalah ikan “gabus”. Motto Kabupaten Jayapura di tulis dengan bahasa Suku Sentani yaitu “Khena mbai Umbai artinya Satu utuh ceria berkarya”. Wilayah Sentani merupakan Ibu Kota Kabupaten Jayapura. Sentani bukan lagi wilayah primitig, tetapi telah menjadi kota dan pintu masuk perubahan, karena lapangan terbang Internasional berada di sentani.

 Danau Sentani merupakan danau yang terletak di antara kabupaten Jayapura dan Kota Madya Jayapura. Danau tersebut sangat berpotensi jika dikelola dengan baik, diantaranya sumber air bersih, perikanan, dam parawisata. Secara geografis  dengan luas ± 9.360 Ha. Danau Sentani di Papua terletak antara 20.33o hingga 20.41o LS dan 1400.23o sampai 1400.41o BT. Berada 70 – 90 m diatas permukaan laut. Terletak juga di antara pegunungan Cyclops. Merupakan danau Vulkanik. Sumber airnya berasal dari 14 sungai besar dan kecil dengan satu muara sungai, Jaifuri Puay. Diwilayah barat, Doyo lama dan Boroway, kedalaman danau sangat curam. Sedangkan sebelah timur dan tengah, landai dan dangkal, Puay dan Simporo. Disini juga terdapat hutan rawa di daerah Simporo dan Yoka. Dalam beberapa catatan disebutkan, dasar perairannya berisikan substrat lumpur berpasir (humus). Pada per-airan yang dangkal, ditumbuhi tanaman pandan dan sagu. Luasnya sekitar 9.360 Ha dengan kedalaman rata rata 24,5 meter. Disekitaran danau ini terdapat 24 kampung tersebar dipesisir dan pulau-pulau kecil yang ada ditengah danau.

 1. Kampung (Yo)

Danau Sentani danau yang besar. Dengan kampung-kampung yang amat indah. Di ujungnya terdapat kampung Yoka. Tempat menuntut ilmu. Waena – Sebeaiburu dan Puay. Ayapo–Asei Kecil dan Asei Besar . Netar – Ifar Besar dan Ifar Kecil. Siboi-Boi – yobeh – Sere dan Yabuai. Ifar Faborongko dan Puyoh Pesar. Puyoh Pecil – Abar – Simporo – Babrongko. Dondai dan Kwadeware dan Yakonde. Sosiri dan Doyo empat kampung

Sub suku bangsa sentani mendiami seluruh wilayah sekitar danau sentani dan di beberapa pulau dari danau ini. Sub suku bangsa ini terbagi terbagi dalam tiga penggolongan besar, yaitu sentani timur, sentani tengah dan sentani barat. Saat ini terdapat 27 kampung asli dengan struktur pemerintahan adat berlapis tiga. Dua kampong terletak di wilayah kota jayapura dan 25 kampung  berada di wilayah kabupaten Jayapura.(Purnomo dkk, 2010: 39).

Kampung adalah suatu tempat pemukiman tetap kesatuan sosial yang jumlah anggotanya relatif tidak besar. Mereka saling mengenal dan bergaul, dengan latar belakang budaya yang bersifat homogen. Latar budaya itu menyebabkan terwujudnya suatu pola perkampungan tertentu.

Para anggota suatu kampung  biasanya terikat oleh suatu wilayah, sehingga ada rasa cinta, rasa bangga terhadap wilayah pemukiman mereka, dan suatu kepribadian umum. Namun, ada pula kampung yang anggotanya benar-benar masih terjalin dalam ikatan kekerabatan yang jelas. Pada masa lalu, mereka bisa memenuhi sebagian besar kebutuhan di sekitar lingkungan pemukiman itu. Mereka hidup dari mata pencaharian bercocok tanam, berburu, meramu sagu, atau menangkap ikan. Kampung dapat disebut salah satu contoh komunitas, dalam hal ini komunitas kecil.

Pada sejumlah suku bangsa di Indonesia, istilah kampung digunakan untuk menamakan tempat pemukiman seperti tersebut di atas. Suku bangsa yang menggunakan istilah kampung itu antara lain: Sangir-Talaut, Minahasa, Banjar, Melayu Riau, Tamlang, Palembang, dan Gayo. Beberapa suku bangsa lain menggunakan istilah kampong, tetapi dengan sedikit perubahan pengucapan, misalanya kampong (Sumbawa), kampuang (Aneuk Jamee), gambong (Aceh), kambungu (Gorontalo).

Ratusan suku bangsa lainnya di Indonesia tentu juga mempunyai tempat pemukiman tetap seperti komunitas kecil tersebut, yang sudah ada secara tradisional. Namun berbagai suku bangsa itu menggunakan istilah tersendiri, misalnya negeri (Seram), tiyuh (Lampung), nuch (penduduk Teluk Humbolt), Yo (Sentani) dan lain-lainnya di Papua (Eni, 1997: 105).

 2. Desa

Menurut definisi resmi dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979  desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah pengertian desa menurut pandangan administrasi pemerintahan.

Ahli sosialogi lebih memusatkan perhatiannya pada “masyarakat desa” sebagai suatu unit sosial,  yaitu sekelompok manusia yang hidup bermukim secara menetap dalam wilayah tertentu, yang tidak selalu sama dengan wilayah administrasi setempat, dan mencakup tanah pertanian yang kadang-kadang dikuasai secara bersama.

Beberapa umum ciri desa yang universal sifatnya : (a) desa pada umumnya terletak di atau sengat dekat dengan pusat wilayah usaha tani; (b) dalam wilayah itu, pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang dominan; (c) karenanya, faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan masyarakat; (d) tidak seperti di kota atau kota besar, yang sebagian besar penduduknya merupakan pendatang, populasi penduduk desa bersifat “terganti dari dirinya sendiri”; (e) kontrol sosial bersifat personal atau pribadi dalam bentuk tatap muka; (f) desa mempunyai yang relatif lebih ketat dari pada di kota (Eni, 1997: 309).

Di Sentani pernah dipraktekkan bentuk desa, yang merupakan penggabungan dari beberapa kampung. Desa-desa itu terkesan tidak mengalami perubahan dan perkembangan, karena status kampung merupakan wujud komunitas yang sama sekali berdiri sendiri sebagai suatu negara kecil yang sangat dicintai dan dibela oleh warganya, dan Ondofolo merupakan pemimpin pemerintahan adat tertinggi tidak berada dibawah siapa pun. Aktivitas-aktivitas yang didukung oleh kekuatan magis serta bentuk aktivitas yang mengarah pada ritual dilakukan dengan sangat rahasia. Prestasi-prestasi kampung yang bersifat komural adalah hasil dari musyawarah tertutup yang sifatnya religious magis, yang tidak boleh diketahui oleh pihak lain. Itu sebabnya, balai desa yang didirikan untuk menunjang aktivitas desa, tidak menjadi bermanfaat bagi masyarakat Sentani.

 C. Pola Hidup

Masyarakat asli suku sentani bertempat tinggal di pingir-pinggir danau maupun tepian pulau-pulau. Untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka yakni dengan mencari ikan, maupun kerang (kheka) dan bia (fele). Selain itu juga, masyarakat suku sentani mengerjakan lading, menanam ubi-ubian seperti singkong/ketela pohon (kasbi), betatas, keladi, pisang, ubi jalar, sayuran (sayur lilin, sayur, patola, bayam merah, dll). Masyarakat suku Sentani memiliki hutan sagu yang luas. Pohon sagu adalah pohon yang isinya setelah di proses diambil sarinya seperti tepung. Sari dari sagu ini kemudian dijadikan makanan, antara lain papeda, atau juga sagu bakar (forna, dan sinole). Sagu yang dibuat papeda biasanya dimakan bersama dengan ikan. Bagi orang lain, mereka akan pikir-pikir dan mempertimbangkan baik-baik sebelum makan papeda, sebab kelihatannya seperti lem. Jangan-jangan ketika makan tenggorakannya tidak berfungsi.

Tanaman sagu dan ikan di wilayah Sentani tidak ditanami, tapi sudah disediakan oleh Sang Pencipta buat suku ini. Ikan-ikan dan segala isi danau tidak dikembangbiakan, tetapi tidak pernah habis walaupun setiap hari jutaan ekor ditangkat.

Sosial budaya masyarakat yang sifatnya heterogen merupakan salah satu aspek yang potensial. Orang Sentani mengenal adat perkawinan ideal yang disebut miyea waimang  yaitu tempat seorang laki-laki mengambil istri. Klen-klen tertentu berfungsi sebagai pemberi wanita.

 

BAB III

KEBUDAYAAN SUKU SENTANI (PHUYAKHA BHU)

 A. Sistem Pemerintahan Adat Suku Sentani

Sistem kepemimpinan tradisonal di Papua menurut Mansoben (Tabloitjubi, 2008) dibagi dalam beberapa tipe antara lain 1. Tipe kepemimpinan Raja atau sistem kepemimpinan atas dasar pewarisan,  2. Sistem kepemimpinan  Big man atau pria berwibawa dan 3. Kepemimpinan campuran. system kepemimpinan atas dasar pewarisan merupakan system kerajaan (perdagangan di waktu lalu) di Raja Ampat, di Fak Fak, Kaimana atau system  Ondoafi atau Ondofolo di Sentani dan wilayan Kebudayaan Tabi termasuk Genyem  yakni Demou Tru merupakan jabatan tertinggi dalam masyarakat Namblong yang hanya diduduki oleh Wai Iram, kadangkala dianggap jabatan kekal.

Struktur pemerintahan adat yang berlapis tiga itu adalah pertama adalah kepada adat yang disebut Ondoafi/Ondofolo; kedua adalah kepala suku yang disebut koselo, dan yang ketiga adalah kepala keret yang disebut akhona. Ondofolo membawahi 5 kepala suku, dan kepala suku membawahi 5 kepada keret. Kepala keret ini memimpin beberapa keluarga. Jadi kalau dibuat sandi pemerintahannya ada 155 (satu lima-lima). (Pilipus Kopeuw). Jadi Ondoafi dan kepala-kepala suku adalah berdarah biru, sebab mereka termasuk keturunan para raja di Sentani. Kepemimpinannya bersifat hirarki.

 B. Alat Pembayaran

Masyarakat suku Sentani ini memeliki alat pembayaran sendiri. Sering disebut dengan manic-mani, tomako batu, dan gelang batu. Manik-manik ada tiga macam, yaitu ada yang namanya haye, hawa, nokhong. Sedang tomako batu ada tiga jenis, yaitu, ada yang pendek (yun seki), ada yang sedang (relae) dan ada yang agak panjang (Ebha bhuru). Sedangkan gelang batu disebu “Ebha”. Alat pembayaran ini masih dijaga dan terus dipraktekan dalam pembayaran mas kawin dan harta kepala.

 C. Budaya Bayar Mas Kawin

Budaya bayar mas kawin sampai saat ini belum ada nilai uang yang sepandan dengan nilai dari manik-manik dan tomako batu yang digunakan sebagai alat pembayaran. Sekarang mari kita coba analisis nilai ekonomisnya. Kalau ada sepasang kekasih yang mau menikah, secara adat diminang dulu.Pertama sekali pihak laki-laki dan keluarganya harus datang ke rumah keluarga pihak perempuan untuk meminangnya. Sebelum kedatangannya pihak laki-laki, pihak perempuan dan keluarga siap segala sesuatu untuk acara pertemuan tersebut yaitu makanan, sirih, pinang dan kapur, dan lain-lain. Padahal pihak laki-laki belum memberikan pembayaran apa-apa kepada pihak perempuan dan keluarganya.Kedua, setelah pinangannya diterima, ditentukan langkah selanjutnya untuk pembayaran mas kawin. Sebelum pembayaran mas kawin dilaksanakan, maka pihak perempuan dan keluarganya terlebih dahulu harus mengantarkan makanan. Makanan yang diantarkan itu berupa  babi beberapa ekor, daging ayam, daging ikan, beras beberapa karung, sagu beberapu karung, pisang beberapa tandang, gula, teh, kopi, susu dalam jumlah taksiran tertentu. Semua barang ini untuk berapa jumlah banyaknya tidak ada ketentuan yang baku.  Ketiga, pihak laki-laki datang ke pihak perempuan untuk membayar mas kawin. Jenis pembayarannya antara lain: yakha ha terdiri dari satu hawa + 5 haye sebanyak 10 pasang; Yakha ukhelau terdiri dari 10 hawa,  1 mefoli + 1 hawa sebanyak 10 pasang; Yakha mefoli; Rojeng; dan pembayaran dalam rumah atau disebu imae ei. Setelah pembayaran ini berlangsung pihak perempuan menyediakan makanan untuk pihak laki-laki untuk disuguhkan selama kegiatan pembayaran mas kawin berlangsung. Setelah pembayaran mas kawin selesai, pihak laki-laki adan keluarganya yang pulang masih diberikan lagi makanan.

Dari uraian singkat tentang proses pembayaran mas kawin di atas, coba di analisis dari segi ekonomis, pihak siapa yang lebih rugi, apakah bagi pihak perempuan mendapat untung? Dalam budaya manapun, biasanya pihak perempuan dan keluarganya yang mendapatkan mas kawin. Dan itu menguntung di pihak perempuan dan keluarganya. Bagaimana dengan tradisi pembayaran mas kawin di atas? Menurut saya dari pengeluaran pihak perempuan yang banyak untuk pihak laki-laki, jelas tidak memberi untung sama sekali. Kelihatannya mereka di bayar mas kawinnya dengan menerima manik-manik dan tomako batu. Tetapi coba dipikirkan berapa banyak biaya yang dikeluarkan oleh pihak perempuan untuk membeli  babi, beras, pisang, gula teh, kopi, roti, susu, transport dan lain sebagainya, ujung-ujungnya hanya terima benda-benda mati yang tidak bisa menggantikan pengeluaran mereka semua.

Budaya ini harus dirombak karena tidak ekonomis. Pihak perempuan yang harus menerima dan menikmati harta mas kawin jangan dibuat susah lagi. Pihak perempuan harus merasa bahagia dengan menerima mas kawin. Orang tua yang membesarkan anak perempuannya harus mendapat penghormatan dari pihak laki-laki yang akan memperistrinya sebagai sebuah bentuk tanggung jawabnya. Dengan demikian, budaya antar makanan dan pembayaran dengan manik-manik dan tomako batu harus di modifikasi dalam bentuk uang agar lebih ekonomis dan berguna serta tidak berkepanjangan prosesnya.

 Budaya perkawinan adat sentani dibagi dalam dua bagian:

I. Perkawinan anak kepala suku atau Ondofolo, pada perkawinan ondofolo atau anak Ondofolo yg tertua diawali dengan, pihak laki-laki pergi meminang seorang wanita yang akan menjadi istrinya. pesuru adat(Abhu akho) membawa manik-manik 1 ikat sebagai tanda pengenalan akan orang tua laki-laki dan perempuan, manik-manik yg diantar pesuru ada satu paket, dalam satu paket biasanya ada 3 manik-manik dengan warna yang berbeda :

-Warna Biru          Namanya         NOKHONG
-Warna Hijau        Namanya         HAWA
-Warna Kuning     Namanya         HAYE

Ini adalah seperangkat alat pembayaran yang nilainya sangat tinggi kalau dibandingkan dengan Rupiah. Setelah proses pertama disetujui oleh pihak perempuan, maka pihak perempuan mengantar siwanita kepada pihak laki-laki, dan selama satu minggu pihak perempuan akan mencari Ikan dan Makanan untuk memberi makan pada pihak laki-laki. Habis dari pemberian makanan kepada pihak laki-laki. Maka mereka masuk pada tahap terakhir yaitu pembayaran harta maskawin yang akan dibayarkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan, dalam pembayaran maskawin ini biasanya pihak laki-laki membayar tiga kali pembayaran :

    1. Bayar kepada orang tua perempuan disebut dengan MABHO KHOKOUW.
      Mabho Khokouw Biasanya pihak laki-laki datang bayar kepada orang tua    perempuan, dan lima(5) Anak bungsu dalam keluarga orang tua perempuan itu..
    2. Bayar kepada anak laki-laki yg tertua dalam suku itu yang disebut YAKHA MERUBOY
      Yakha Meruboy Pembayaran yang dilakukan kepada Anak-anak sulung dalam keluarga atau kepala-kepala suku (Khose) dalam kaluarga atau marga itu.
    3. Bayar kepada Ondoafi yang disebut dengan EBHA.
      Ebha pembayaran yang dilakukan atau dibayar kepada ondoafi, biasanya dibayar dengan Gelang batu. (Rudi Walli, 2011)

    II.  Jenis  pembayaran ke dua yaitu pembayaran kepada anak yang bukan dari turunan Ondoafi,  sama dengan pembayaran di atas cuman kepala suku dalam keluarga yang disebut KHOSE menerima Yakha berupa tomako batu, sedangkan Ondoafi menerima Yakha berupa Gelang Batu.

    D. Budaya Bayar Harta Kepala

    Jika ada orang sentani meninggal, pasti ada pembayaran kepala.Biasanya yang menerima pembayaran kepala adalah pihak pamannya dari keluarga yang meninggal.Untuk menerima pembayaran kepala, keluarga pamannya harus mengantarkan makanan. Model dan caranya hampir sama dengan proses pembayaran mas-kawin di atas. Lucunya lagi, mereka baru kehilangan orang mereka sayangi, dibebani lagi harus membayar kepala kepada pihak paman-pamannya. Budaya ini tidak ekonomis sama sekali. Karena tidak ada untung dan sepertinya hanya membuang-buang biaya lagi untuk orang yang sudah mati maupun kepada paman-paman yang tidak menjaga atau menghidupinya.Selama hidupnya dia berjuang sendiri dengan keluarga hingga titik darah penghabisannya.Sudah mati pun keluarga pamannya masih datang menuntut untuk membayar harta kepalanya.

    Saya merasa tidak diuntungkan dengan penbayaran kepala.Lebih baik oleh dewan adat Sentani (DAS) hal ini di seminarkan dan diputus untuk di tiadakan dari dalam budaya Sentani di era modern ini.Biarkanlah budaya ini tercatat dalam sejarah saja. Biarlah itu menjadi pelajaran bagi anak-cucu Sentani ke depan.Dari uraian di atas, bagaimana tanggapan anda? (Pilipus Kopeuw, 2010)

    Menurut Bupati Jayapura Pembayaran kepala (yua/yum) adalah suatu kegiatan menyangkut salah satu kebiasaan adat istiadat orang-orang Sentani pada umumnya. Kebiasaan ini bukan merupakan tuntutan terhadap yang merugikan salah satu pihak, tetapi sebagai penghargaan kepada pihak keluarga perempuan.
    Sampai saat ini budaya tersebut masih terus dipertahankan, karena sangat mengikat kehidupan sosial antara pihak laki-laki dan perempuan di setiap komunitas masyarakat adat di Sentani (Matius Awaitouw, 2013).

    E. Pendidikan di Khombo berpola Asrama

    Khombo adalah rumah tempat belajar khusus kaum pria suku Sentani. Setiap anak laki-laki yang berumur ± 10 tahun harus masuk dalam khombo. Lama pendidikan di khombo ada dua versi, ada yang mengatakan pada usia 19-20 tahun mereka akan keluar dari Khombo dan ada yang mereka selesai kira-kira pada usia 40 tahun. Khombo adalah nama rumah tempat dimana kaum pria atau pemuda sentani tinggal untuk di didik. Khombo ini semacam rumah adat, mungkin juga “obhe” tapi dalam bentuk tertutup. Khombo ini pernah sekitar tahun 1800-an dan generasi terakhir ± tahun 1920-an. Yakni jaman tete Ambrosius Suebu yang lahir tahun 1901. Penggeblengan di khombo ini adalah semacam wajib bagi kaum laki-laki.

    1. Tipe Rumah Khombo

    Tipe rumah khombo ini semacam sekolah, tapi berbentuk rumah adat. Rumah atau konstruksi bangunannya besar dan memiliki banyak bilik untuk belajar dan tempat tinggal. Rumah di bangun tanpa jendela dan hanya ada pintu saja. Konon menurut cerita ada bekasnya di kampung Yobhe.

    2. Isi Pengajaran Atau Kurikulum Di Khombo

    Adapun isi pengajaran di khombo adalah: (1) Diajarkan bagaimana cara berperang; (2) Diajarkan bagaimana cara bertani; (3) Diajarkan bagaimana cara berburu; dan (4) Diajarkan tentang batas-batas tanah dan kepemilikan/geografi, dll

    Para laki-laki sentani yang menjadi siswanya di ajar dalam kelompok-kelompok berdasarkan suku dan usia masing-masing. Guru yang menagajar adalah tua-tua masing-masing suku. Jadi setiap anak-didik dibagi berdasarkan sukunya. Dalam belajar, mereka tidak digabung bersama-sama, kecuali dalam pelajaran umum. Misalnya, belajar tentang batas-batas tanah, dusun, dll. Misalnya ada Suku Nelem Aniyokhu, gurunya adalah tua-tua dari suku nelem aniyokhu, kalau dari Suku Raklebei maka gurunya adalah tua-tua dari suku rakhelebei, begitu juga buat suku-suku yang lainnya.  Kemudian untuk anak-anak kose-kepala suku diajar secara lebih khusus lagi, karena anak kose-kepala suku adalah calon pemimpin menggantikan ayahnya kelak. Hal berlaku untuk semua anak kose-kepala suku di Sentani. Info tambahan, katanya guru-guru yang mengajar di khombo adalah orang-orang Ambon atau orang. Info ini belum ada bukti kebenarannya.

    Di khombo mereka belajr aturan-aturan adat dengan sangat baik. Kadang jam empat pagi, mereka keluar dari khombo membuat jalan-jalan sebagai pembatas tanah antara suku satu dengan suku lainnya. Sambil membuat jalan, guru-guru mereka akan akan mennujukkan dan menjelaskan bahwa batas tanah dan wilayah ini adalah milik suku ini dan itu. Tujuan adalah jika sudah selesai dari pendidikan di khombo, maka mereka akan tahu persis tanah dan dusun ini milik siapa, sehingga mereka bisa hidup berdampingan dan penuh keharmonisan.

    Khombo sudah tidak ada lagi, tetapi hasil didikan di khombo dapat terlihat dari kehidupan para tua-tua kampung sentani yang sekarang. Mereka dapat menjelaskan dengan baik batas-batas tanah dan dusun lengkap dengan siapa pemiliknya. Cerita-cerita tersebut ibarat sertifikat tanah. Karena jaman itu jaman bukan jaman pemerintahan manapun atau seperti sekarang ini setelah Sentani juga masuk dalan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mewajibkan tanah adat harus ada bukti sertifikat. Penjelasan tentang batas tanah dusun dan pemiliknya dari tua-tua adat suku sentani merupakan sertfikat secara adat.

    Di khombo, para anak didik tidak belajar baca dan tulis. Mereka belajar mendengarkan, melihat dan melakukan. Lebih di tekankan pada nilai sikap-afektif dan psikomotor-skill. Disini daya ingat di pertajam dan dikembangkan. Mereka juga mengenakan pakaian adat yang disebut “yo malo”. Yo mala ini adalah media untuk mengenal jati diri dan asal suku mereka. Sama halnya dengan kita mengenal pakaian adat  suku yang ada di Indonesia atau lebih spesifik kita bisa mengenal orang dari pakaiannya seperti tentara, suster-mantri, polisi, PNS Pemda, dokter, dll.

    Pendidikan di khombo ini dimulai sejak Sentani ada. Belum ada data yang akurat tentang kepatian tahun ada khombo secara historis. Inti yang diajarkan di khombo adalah nilai etika yang tinggi. Misalnya dalam hal berkebun, tidak boleh mengambil hasil kebuh seperti kelapa tua atau pisang yang rubuh dari jatuh di atas tanah milik orang kalau itu bukan tanaman miliknya. Mereka juga mengajarkan hak asasi manusia sehingga di jaga dengan baik. Tidak boleh mengganggu anak gadis orang dengan sembarangan dan masih banyak hal lain lagi. Derajad atau kasta sangat dihormati dan dihargai. Masyarakat Suku Sentani hidup dalam tatanan dan norma adat yang sangat dijunjung tinggi. Jadi, siapa yang melanggarnya bisa kena sangsi atau kutuk.

    Selama penggemblengan di khombo, kalau siswa tersebut berbuat salah kadang dipukuli bahkan bisa sampai mati. Jika ada yang mati dalam khombo hal itu tidak diberitahukan kepada orang tuanya. Namun dikuburkan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Hal-hal buruk lainnya yang sering dilakukan oleh para siswa dikhombo yaitu: (1) pemimpin khombo menyuruh anak buahnya mengadakan survei ke kebun-kebun masyarakat untuk melihat kebun mana yang bisa di panen. Versi lainnya biasanya siswa yang belajar di khombo punya kebun sendiri. Ketika mereka hendak keluar untuk membuat kebun, maka tidak ada satu masyarakatpun yang keluar dari kampung ke tempat dimana mereka berkebun. Jadi, siswa di khombo mereka menghidupi diri mereka sendiri melalui pendidikan dan skill yang diajarkan; (2) saat tengah malam, para siswa yang ada di khombo ini berangkat untuk panen di kebun yang sudah di surnei pada point satu; saya sendiri kurang yakin dengan versi ini, jika dilihat dari isi pendidikan khombo yang sesungguh; (3) siswa yang sudah mati dalam pendidikan di khombo tidak diberitahukan kepada pihak keluarganya. Selama pendidikan di khombo siswa tidak pernah bertemu dengan orang tua dan keluarganya. Bisa dibayangkan setelah 19-20 atau 40 tahun baru bertemua dengan orang tua dan keluarga, bagaimana mereka bisa saling mengenal. Biasa yang tahu hanya guru-gurunya. Biasanya selesainya seseorang dari khombo ditandai dengan pemangkasan rambut.

     3. Dewan Adat Atau Pemerintahan Adat Mengatur Banyak Hal

    a. Tentang Perkawinan

    Kini timbul pertanyaan, bagaimana siswa di Khombo mendapatkan istri jika mereka harus belajar hingga usia nya mencapai 40 tahun? Biasanya bagi para siswa ini calon istrinya dipersiapkan oleh orang tua mereka dirumah. Calon istrinya ini sudah bekerja di rumah rang tuanya selayaknya seorang ibu rumah tangga, sambil menunggu sang suami selesai dari pendidikan di Khombo ime. Kadang dewan adat atau pemerintahan adat juga turut campur tangan untuk keperluan kelanjutan generasi penerus dari siswa di khombo.

    b. Tentang Kelahiran Dan Jenis Kelamin Anak Bisa Dikendalikan Dewan Adat

    Melalui kekuasaan dewan adat, penambahan anak dalam kampung maupun tiap suku dapat diatur dan dikendalikan perkembangan populasinya. Biasanya dewan adat memantau atau mengadakan sensus penduduk untuk menghitung perkembangan penduduk kampung secara menyeluruh maupun kelompok berdasarkan suku masing-masing. Mereka men sensus berapa jumlah anak perempuan atau anak laki-laki dalam masing-masing suku.

    Jika perlu penambahan atau pengurang jumlah kelahiran, biasanya dibuat pesta besar dan mengundang seluruh ibu-ibu untuk makan bersama yang mana di dalam makanan tersebut sebelumnya sudah di beri mantra-mantra sesuai dengan tujuan. Jika tujuan mereka untuk menambah anak laki-laki dan perempuan, maka ketika ibu-ibu itu mengandung akan lahir anak-anak sesuai dengan tujuan dan keinginan dewan adat. Jadi untuk mendapatkan anak laki atau perempuan, semuanya itu bisa di kendalikan. Selain itu, jika populasi dari suatu suku dinilai terlalu banyak, maka jumlah populasi suku tersebut bisa di kurangi. Apakah dengan kematian atau pengaturan jarak kelahiran.

    F. Obhe Tempat Para Bapa

    Pada jaman dahulu di Suku Sentani para bapa biasanya berkumpul di Obhe atau rumah besar Ondoafi. Disini mereka tinggal, makan dan tidur. Bapa-bapa ini selalu ada dalam perhatian dewan adat atau pemerintahan adat yang diketuai oleh Ondoafi. Mereka melihat, jika ada para bapa yang agak lama tinggal di obhe biasanya disuruh pulang dengan bahasa yang halus. Tujuannya adalah untuk melihat istri dan anak-anaknya. Jika bapa yang pulang itu, terlalu lama dirumahnya, maka ia akan dipanggil balik ke obhe dengan cara yang halus juga. Misalnya: “Bapa sudah tinggal lama sekali dirumah…. Bapa punya kelompok sedang berkumpul di obhe itu..?”

    Cara inilah yang sering digunakan dewan adat supaya Bapa-bapa bisa membagi kasih-sayang mereka kepada istri dan anak-anak mereka dan kepentingan keluarga lainnya. Tujuan lain juga yang lebih adalah untuk melanjutkan keturunan baru.

    Dampak Negatif Dari Dewan Adat Atau Pemerintahan Adat

    Melalui dewan adat juga dapat memusnakan generasi suatu suku bila dilihat populasi generasinya terlalu banyak. Misalnya: ada salah satu suku, terdata bahwa terlalu banyak kaum lelakinya atau kaum perempuannya. Maka melalui dewan adat dapat menguranginya dengan menggunakan kekuatan adat atau phulo/hobatan/opo-opo/guna-guna/santet. Tujuannya agar ada keseimbangan jumlah populasi antar suku. Hal ini masih ada di sentani. Sampai sekarang masih ada di era modern dan era globalisasi ini dan dikenal dengan sebuatan “gunting-mengunting atau siku-menyiku”. Sehingga sebagian besar anak-anak sentani tidak bisa maju dalam berbagai bidang. Dan ini menjadi trend dan filosofi di kalangan masyarakat asli sentani. Jika ada anak atau keluarga lain yang dilihat berhasil, keluarga yang lainnya iri hati dan mencari jalan untuk mengguntingnya atau menggagalkan mereka untuk supaya tidak berhasil atau tidak sukses.

    Filosofi seperti ini tidak dapat membawa kemajuan bagi masyarakat suku sentani. Cara-cara seperti ini akan membuat anak-anak sentani menjadi penonton di atas tanah nenek moyang sendiri. Mereka bukanlah para regulator dan operator dalam pemerintahan di atas tanah mereka sendiri. Filosofi ini harus dihapus, supaya mereka tidak tertindas di atas tanah mereka sendiri.

    Generasi baru, marilah kita berjuang menyamakan persepsi, mari kita bergandengan tangan menjadi satu untuk menjadi para regulator dan operator di segala bidang. Mari kita bersama membangun dan menyelamat generasi kita yang sekarang ini dan juga menyiapkan tempat bagi anak cucu kita selanjutnya. Mari kita berjuang bersama memeranginya supaya anak-cucu kita di kemudian hari bisa maju sekarang ini, kemudian hari dan disini. Bukan besok atau disana, atau nanti tapi sekarang dan disini.

     G. Banyak Nama Suku Dalam Masyarakat Asli Sentani

    Saya membaca banyak artikel dan komentar-komentar baik dari orang asli Sentani, peneliti, para penulis artikel dan para wartawan, termasuk saya sendiri juga dalam sebutan terhadap orang asli Sentani disebut dengan sebutan “SUKU SENTANI”. Setelah melalui perenungan, review kondisi riil dan analisa terhadap artikel-artikel tentang “suku Sentani” saya mendapat temuan tentang adanya kesalahan dalam sebutan suku Sentani. Yang benar sebutannya adalah “MASYARAKAT ASLI SENTANI DARI PUAY SAMPAI YAKONDE” atau SUKU-SUKU DI SENTANI. Sebutan SUKU SENTANI ITU SALAH. Sebab sesungguhnya tidak ada suku sentani, yang ada hanyalah masyarakat asli yang mendiami wilayah Sentani atau penduduk asli daerah sentani. Penduduk asli wilayah sentani adalah orang-orang yang mendiami wilayah atau daerah yang bernama Sentani. Dalam bahasa Sentani, arti kata Sentani tidak ada dalam perbendaharaan kata dalam bahasa Sentani. Orang sentani secara khusus menyebut dan mengenal sentani dengan sebuatan “PHUYAKHA”. Phuyakha itu dua kata dari Phu dan Yakha. Phu artinya “air”. Dan Yakha artinya :terang, kelihatan, nampak.

    Sentani bukan nama suku tapi nama tempat yang kemudian disebut Phuyakha. Disebut PHUYAKHA karena dulu wilayah Sentani ini masih hutan ketika terjadi exodus dari arah Nyoah dan Moso di Papua New Guinea melewati Wutung, Kayu Batu, Nafri hingga masuk ke wilayah Sentani. Danau Sentani belum ada penghuninya. Danau sentani masih sangat alami. Setelah mereka mulai bermukim di danau Sentani, maka pohon-pohon ditebang, rumah-rumah mulai dibangun ditepi-tepi danau Sentani. Akhirnya danau Sentani kelihatan ada penghuni. Dari perkembangan ini akhirnya disebut “PHUYAKHA” yang artinya wilayah yang bebas dari liputan pepohonan yang penuh dengan hamparan air. Jadi Phuyakha ini bukan suku tapi nama tempat.

    Sentani bukanlah suku karena di setiap kampung dari Waena, Sebeiburu, Puay, Ayapo, Asei Kecil dan Besar, Netar, Ifar Besar dan Ifar Kecil (Ifale), Hobong, Yobhe, Yabuay (Yahim), Putali, Abar, Atamali, Yoboi, Simporo, Babrongko, Dondai, Kwadeware, Yakonde, Sosiri, Doyo Empat Kampung masing-masing mempunyai Ondofolo/Ondoafi dan Kose. Tiap Ondofolo (Kepala adat) memiliki suku sendiri, tiap Kose (Kepala Suku) memiliki nama suku sendiri-sendiri. Dalam satu kampung ada satu Ondofolo dengan lima Kose. Berarti dalam satu kampung bisa memiliki lebih dari lima suku. Kalau dihitung berdasarkan jumlah kampung yang ada di wilayah sentani berarti terdapat 23 kampung. Jadi, 23 kampung dikalikan 5 suku jadi ada 115 suku yang ada di wilayah Sentani, namun demikian bisa juga dipilihnya nama Sentani karena alasan untuk mempermudah penyebutan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar danau Sentani (Phuyakha).

     F. Alat Transportasi

    Melihat kondisi wilayah sentani yang berupah danau dan pulau-pulau maka alat transpotasi laut yang digunakan adalah perahu. Perahu ada dua jenis. Jenis pertama untuk kaum Bapa, biasa di sebut ifa. Sedang perahu untuk kaum Ibu disebut khakai. perahu ini tidak memiliki alat bantu untuk menjaga keseimbangan.

    Perahu untuk kaum bapa bentuknya agak kecil dan memanjang. Di desain khusus untuk satu atau dua orang. Dan untuk mengendarai perahu ini dibutuhkan orang yang terlatih. Terlatih dalam hal menjaga keseimbangan sambil berdayung atau juga saat menghadapi ombak. Bagi kaum awam, akan merasa unik melihatnya, dan mungkin akan heran dan bertanya-tanya bagaimana caranya orang bisa menggunakan perahu ifaa ini? Perahu ifaa ini juga mengandung makna filosofi bahwa kaum laki-laki suku sentani selalu mampu menjaga keseimbangan dalam perjuangan hidup. Perahu kaum bapa ini biasa digunakan untuk ke tengah danau guna mencari ikan dengan menyelam dan menyumpit ikan di dalam air, dan juga aktivitas kaum bapa lainnya. Perahu ifaa ini bentuknya kecil, sehingga muda sekali kemasukan air jika ada ombak. Untuk itu biasanya, sang Bapa yang berdayung akan berhenti sejenak, dengan mengeluarkan satu kaki dan menaruhnya di luar perahu, satu tangan memegang penggayung dan satu tangannya lagi mengeluarkan air dari dalam perahu dengan alat yang disebut “kinggaei”.

    Perahu bagi kaum perempuan atau khakai bentuknya agak besar. Juga tidak memiliki alat bantu untuk menahan keseimbangan. Kenapa perahunya besar, karena dapat digunakan untuk berbagai aktifitas, seperti mengangkut hasil laut, mengangkut hasil kebun, atau juga bisa bisa digunakan keluarga untuk kunjungan atau kegiatan lainnya.

    Selain itu, dalam berdayung menggunakan perahu ala suku sentani, mereka juga terlatih untuk menhela, memecahkan ombak dengan pengayungnya. Jadi, saat mendayung, jika ada ombak besar mereka gunakan penggayung untuk menghela ombak, sambil menjaga keseimbangan agar tidak masuk ke dalam perahu, dan agar perahunya tetap stabil atau supaya tidak tenggelam.

    Sebenarnya secara budaya dan kebiasaan orang Sentani sudah sejak lama mengenal  perahu tradisonal mereka. Bagi masyarakat di Danau Sentani terdapat dua tipe perahu antara lain khusus bagi kaum laki-laki yang bentuknya lebih kecil dan sulit bagi orang awam. Sedangkan bagi kaum perempuan Sentani agak sedikit lebih besar karena biasanya digunakan untuk mencari makanan dan membuang jaring di dalam danau.

    Perahu-perahu kecil melintasi air danau yang tenang adalah pemandangan yang biasa dijumpai di sekitar Danau Sentani. Walau kini berperahu dan mendayung seakan-akan mendapat saingan dari motor tempel. Penduduk menggunakan perahu untuk mencari ikan, mengunjungi tetangga di pulau lain atau sekedar menyebrang ke daratan. Perahu untuk perempuan disebut Hayi. Sedang perahu untuk laki-laki dijuluki Iva. Perahu tradisional yang hanya bisa mengangkut dua hingga tiga orang ini merupakan sarana transportasi vital bagi penduduk setempat.

     G. Seni Tari Masyarakat Asli Sentani

    Festival Danau Sentani (FDS) menjadi agenda tahunan pemerintah Kabupaten Jayapura sejak tahun 2009 yang selalu dilaksanakan pada setiap bulan Juni. Di dalam kegiatan pesta budaya Sentani itu, lebih banyak di isi dengan acara tari-tarian dari masyarakat asli Sentani. Pada acara FDS ini juga, sempat mendengar ada keributan masalah tarian antara peserta tari dari kampung Hobong dan kampung Kensio. Inti masalahnya adalah siapa yang pantas membawakan tari-tarian tersebut. Jadi rupanya ada tari-tarian yang khusus dibawakan oleh orang tertentu dan ada yang tidak boleh sembarangan menari. Ini yang mengguga hati kami dan pada saat ini juga ingin mengguga hati anak-anak Sentani dan para ilmuan untuk mengamati kebenaran ini sehingga dapat mengurangi konflik. Sekaligus dapat mengembangkan budaya dengan baik dan benar. Kalau bisa seni tari Sentani ini dibukukan dan jika memungkinkan dapat dibuatkan teori gerak tarinya.

    Catatan-catatan berikut adalah catatan yang muncul dalam seminar yang kemudian dipindahkan dalam pembahasan ini. Tujuannya adalah, supaya dapat menjadi wacana untuk kita bicara budaya asli khusus bagian seni tari masyarakat asli Sentani. Pada bagian ini diberi uraian bahwa tari-tarian di Sentani dilakukan pada umumnya pada acara “Meyau Wakhu” atau sebagai ungkapan penghiburan pada masa berkabung. Tari juga bisa muncul pada tebaran ungkapan kisah prestasi dan prestise seorang pemimpin atau pada lakon ratapan saat menangisi jenasah seseorang laki-laki atau perempuan. Umumnya jenis tari yang dipentaskan adalah berkelompok, karena gerakan tari selalu disertai dengan nyanyi. Tifa, Kerambut, Akong Klika, Fou, Ai, Nindi-Nanda, Mele-Au, Ipoi-Monda, Ebe-Kohu, Orohalu-Mehalu, Khamea-Kahlau, Khu-Mandai adalah atribut dan asesoris tarian.

    Ada catatan-catatan penting dalam tarian:

    1. Menari adalah bagian dari suatu pemujaan dan penyerahan diri kepada suatu kekuatan yang disembah atau suatu pemujaan kepada sang pemimpin yang berprestasi, juga merupakan bagian dari ungkapan rasa berkabung;
    2. Menampilkan derajad aksi pada kehidupan para penari;
    3. Bagi kaum lelaki, tari merupakan promosi diri tentang kejantanan, karena ketika seluruh fisiknya kelihatan polos kecuali bagian aurat seorang laki-laki dalam tari tampil egoisme dan kebanggaan diri. Lantang dan lantun suara dan nada, menampilkan kelengkapan keperkasaan seorang lelaki.
    4. Bagi seorang putri, inilah dunia, kesempatan tampil penuh arti, memboboti kentalnya cinta sang pemuda, dengan lengking nada yang halus dan gerakkan yang lunglai. Kesempatan mencuri lirik di balik aksesoris yang mempercantik diri, kepada sang sinyo adalah hal yang biasa. Perempuan yang sudah kawin, lebih memilih menutupi wajah dengan aksesoris dan alat tutup dada yang lengkap, sebagai tanda seorang istri. Tapi bagi gadis yang telah dipinang, ada isyarat agar kebeliaan kecantikannya tak boleh menggoda, ia ada dalam ikatan dan janji pertunangan. Sebab itu, gadis yang telah diranjang dalam dunia calon istri, baginya ada mendung. Ia bisa dibatasi untuk tidak ikut menari dalam pandangan masa. Tetapi hasrat kemudaannya, dan emosi kecantikannya mendorongnya meminta fatwa pada mama untuk  turun pentas. Apa permintaannya yang meyakinkan mama untuk mengizinkannya turun pentas bersama teman sebayanya, ia memohon:

    Melewu foijea mokhoisobo

    Ana ralia yau nunde beayea erekhonde (3x)

    Au wu moijea khoisobo

    Ana waijau howalei beayea erehuklende

    Hiasi wajahku dengan mele,

    Di negeri orang aku menari dengan wajah tertutup

    Bedaki aku dengan au

    Dikampung orang aku berdansa dengan wajah terselubung

     

    Ada tarian perorangan, biasa dilakukan oleh kaum perempuan, umumnya pada masa berkabung, saat seorang ondofolo, khose, atau warga rumah yang baik, mereka diratapi.

    Ra Oleugwo yono omi menakhe melibele mokhoiboi miyae mewoyeaya

    Wa Rukhuneaite yomolo kundang puma-puma khayete, ana khaye

    Ra Rainyeate yamno meangge menakhe mekhaibele mokhoiboi meyae mewoyeaya

    Wa Heleainyaete Yammolo wamendang randamhirayekhe, ana hirayekheya

     Ada sebuah catatan, bagian tari ini mulai diambang punah, maka perlu dilakukan penggalian kembali. Orang Sentani memiliki banyak ragam tari antara lain:

    Nawalo, Fea bea, Kiklola, Obo Wailang, Khawaliang, Mande, Akhoi-koi (Ahabala), Ibobea (Herenokholoi), Omandepe, Khara, Kharelu, Timbun, Siya, Olkherando, Trusia, dll.

     Pemuda Sentani harus belajar bagian budaya ini, bila memiliki kemungkinan mendapat pengembangan baru (modifikasi) sebagai bahan tontonan kepada masyarakat penggemar wisata dan turis. Pengembangan dan peningkatan seni tari orang Sentani perlu mendapat perhatian dalam kreatifitas para pemuda.

     H. Seni Ukir Masyarakat Asli Suku Sentani

    Seni ukir dalam masyarakat asli Sentani, biasa sebagai medianya adalah kayu. Kayu disini adalah termasuk alat-alat yang digunakan oleh orang sentani. Alat-alat ini dapat sebagai media untuk seni ukir. Misalnya untuk hiasan dibuatkan pada sehelai papan; pada penggayung pria dan wanita; Pada tifa; Pada patung; pada perahu iva  maupun hayi dan pada tiang-tiang rumah. biasanya setiap ukiran mengandung gambar dan filosofi. Selain itu, setiap ukiran ada pemiliknya.

    Dalam perkembangan seni ukir suku Sentani,  kita mengenai kerajinan ukir di kulit kayu. Salah satu seni ukir atau kerajinan tangan dari Sentani yaitu kerajinan kulit kayu, kerajinan ini khasnya dari Sentani dan asalnya dari kampung Asei Besar distrik sentani timur. Kerajinan kulit kayu ini nama aslinya adalah khombow yang artinya ukiran kulit kayu, kerajinan tangan ini memuat berbagai macam motif atau gambar ukiran khas suku Sentani dengan pengertiannya masing-masing. 

    Bukan sembarang ukiran yang diciptakan dari tangan para pengrajin. Beberapa ukiran kulit kayu memiliki makna yang mendalam. Sebut saja jenis ukiran Iuwga (Keagungan/kebesaran seorang Ondofolo Asei), dan Kheykha (lambang kecantikan wanita Sentani). Ukiran ini cukup mudah ditemukan di beberapa destinasi wisata tersebar di Papua terutama di Jayapura. Seperti di Pasar Kerajinan Tradisional Hamadi, Anda akan dengan mudah mendapatkan ukiran kulit kayu ini. Harganya pun sangat bervariasi, tergantung ukuran besar/kecilnya kulit kayu tsb, besar lukisan dan jenis ukiran/ gambarnya. 

    Seni ukir ini tidak semua pemuda Sentani bisa. Sebab dibutuhkan cekatan melukis daun sagu, burung cenderawasih, ikan, kura-kura, cicak, tokek, buaya. motif daun sagu, siku burung, kura-kura dan lambang  kemakmuran. Lukisan seni bercorak mitologi, lambang kekerabatan, marga, nilai suci kematian, keseharian warga Sentani. Lambang kepercayaan tentang semesta. Lukisan kulit kayu dari Papua dianggap berpotensi menjadi warisan budaya dunia dan mendapat pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) seperti noken, mengingat lukisan itu hanya ada dikalangan masyarakat Sentani, Kabupaten Jayapura.

     I. Seni Patung Masyarakat Asli Suku Sentani

    Seni patung bukan saja dimiliki oleh suku Asmat, tetapi orang Sentani juga memiliki seni patung. di Kampung Baborongko dan Simporo di tahun 1978-1980-an saya masih melihat anak-anak muda memahat patung berbentuk manusia. Dulu ada kegiatan pemuda yang dibawahi oleh organisasi “Karang Taruna”. Nah, disini biasa dipamerkan berbagai seni hasil karya anak-anak Sentani. Kegiatan ini pernah dilakukan di Pantai Yahim. Kami pernah melihat, berbagai hasil karya seni dan patung ditampilkan di sana. Setiap kampong di danau Sentani, memiliki cirri dan keunikan sendiri dalam gambar-gambar ukiran maupun patungnya.

    Dahulu, setiap laki-laki Sentani dewasa membuat perahu, membangun rumah, dan menghias sendiri. Hingga semua laki-laki dewasa harus memiliki kemampuan mengukir yang dipelajari di pusat pendidikan anak laki-laki dan di rumah laki-laki yang dikelola masyarakat adat (Khombo/Obhe).

     

    BAB IV

    DINAMIKA BUDAYA SENTANI DI PAPUA DAN INDONESIA

     A. Sumbangan Budaya Sentani Untuk Indonesia

    1. Ukiran-Ukiran Sentani sudah dijadikan Batik. Batik Sentani merupakan produk unggulan yang juga menjadi perhatian masyarakat luar daerah maupun luar negeri. Mereka tertarik memakai batik tersebut untuk pakaian kantor, yang dikhususkan setiap hari Jumat memakai batik, bahkan secara formal dan nonformal (Elshampapua). Sudah di promosikan di Jakarta dan Singapura dalam pameran se-Asia.
    2. Kehidupan orang Sentani sebagai pendayung ulung Menurut pelatih dayung nasional Kristian Kolib (Jubi, 2012) secara antropplogis sebenarnya bagi orang Sentani tidak terlalu sulit untuk menggeluti cabang olahraga dayung. Pasalnya kata dia cara duduk dalam mendayung perahu tradisional Suku Sentani sudah cocok dan tinggal dipoles dengan teknik sudah mampu berprestasi.
    3. Budaya makan pinang jadi peluang bisnis dalam meningkatkan pendapatan keluarga.
    4. Danau sentani bisa menjadi sumber usaha perikanan
    5. Kepemimpinan Ondofolo dan Khose menjadi kepanjangan tangan pelaksanaan program pembangunan oleh pemerintah RI.
    6. Ikan gabus sudah menembus pasar Ibu Kota Jakarta. (siaran kuliner di TV swasta Nasional).
    7. Sentani menjadi Ibu Kota dan pintu gerbang perubahan. Karena memiliki Lapangan terbang Internasional.
    8. Pengembangan Pariwisata melalui pesta rakyat Festival Danau Sentani (FSD).
    9. Ukiran Kayu, Patung dan Kulit memiliki nilai jual yang tinggi ditingkat Internasional dan Nasional.

     B. Pengaruh Pendidikan dan Budaya Luar bagi Budaya Sentani 

    1. Fungsi Obhe digantikan dengan Kantor Polisi dan Lembaga Peradilan Negara.
    2. Pendidikan telah membunuh budaya bahasa ibu secara perlahan pergenerasi. Karena bahasa pengantar adalah bahasa Indonesia.
    3. Agama terlalu mengintervensi dan mengancam pelestarian budaya sentani
    4. Ondofo dan Kepala Suku tidak lagi mendapatkan upeti, mereka menghidupi dirinya sentani tetapi tanggung jawabnya tetap.
    5. Memproduksi masyarakat sentani dengan budaya agama dan budaya baru, dan lupa budaya bahkan sudah mulai  banyak generasi yang tidak tahu budayanya.
    6. Budaya naik perahu asli mulai terkikis dengan banyaknya alat transportasi air danau yg modern yaitu motor temple (motor boat) dan perahu modern (fiberglass).
    7. Perubahan saman semakin memperberat pelaksanaan budaya pembayaran, karena perbedaan antara nilai, fungsi dan manfaat dari alat pembayarnya.
    8. Budaya suku Sentani  mulai terkikis dan terancam punah, dan akankah ditinggalkan.
    9. Terjadi pemekaran Ondofolo dan Kepala Suku.
    10. Budaya jual tanah diatas jual.
    11. Penduduk Asli mulai termarginal.
    12. Pembangunan telah menghabiskan banyak hutan sagu.
    13. Danau Sentani mulai menjadi tempat sampah dan mulai tercemar.
    14. Budaya dan masyarakat Suku Sentani tidan diberdayakan dan hanya dijadikan obyek untuk menguntungkan orang luar.

     BAB V

    PENUTUP

    Filsuf Yunani kuno, Aristoteles menyebutkan adat-istiadat sebagai “kodrat kedua” dari manusia., sedangkan ahli pikir Inggris William James mengibaratkan adat-istiadat sebagai orda masyarakat yang menggerakan dan memberdayakan masyarakat (Ans, 2009: 98). Mortimer J. Adler berpendapat bahwa adalah tidak mudah mengubah suatu kebiasaan lama dan menggantikannya dengan yang baru.

    Budaya merupakan identitas diri suatu kelompok masyarakat. Di dalam konteks berbangsa dan bernegara, peranan kebudayaan-kebudayaan lokal amat penting. Kekayaan dan kekukuhan kebudayaan nasional Indonesia dibangun dan dibentuk dari kekayaan dan kekukuhan loKal dari seluruh nusantara, termasuk kebudayaan Papua. Kebudayaan Papua adalah kebudayaan yang tdk bisa terpisahkan dari kebudayaan nasional Indonesia, tidak berkembang bahkan terancam punah (Jacobus, 2006: 110-111).

    Hampir semua orang Papua Barat memahami adatnya masing-masing. Adat menjadi peraturan hidup, tata cara pergaulan, yang akhirnya menjadi pedoman hidup mereka (Yakobus, 2006: 237-238). Ada yang masih menilai Papua sebagai manusia saman batu hingga saat ini. Kebudayaan baru masuk membuat orang Papua lupa jati diri, dan mulai lupa adat.

    TETAPLAH BERNYANYI HITAM KULIT KERITING RAMBUT AKU RAS MELANESIA (PAPUA, MALUKU, MALUKU UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR) TAPI JANGAN LUPA JADILAH PELAKU DAN PENJAGA BUDAYA SERTA TERUS LESTARIKAN BUDAYA TURUN-TEMURUN

     

    TERAKHIR ADA MOB

    Mama : Mina ko bantu mama masak ikan kuah, mama masih cuci pakean?

    Mina : iya mama (sambil lihat ikan yang sudah di atas wajan)

    Mama : ko kasi masuk garam satu senduk

    Mina : sudah….

    Mama : kasih fetsin sedikit saja

    Mina : sudah…

    Mama : sekarang ko kasih salam

    Mina : slamat siang ikan kuah……

     

    Bersama Mina saya juga ucapkan Terima Kasih atas Perhatiannya. Sekian dan Terima Kasih. (Helem Foi)

     

     

     

    DAFTAR PUSTAKA

    Ans Gregory da Iry,2009. Dari papua meneropong Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

    Dominggus A Mampioper. Emas Dayung dan Perahu Orang Sentani dalam http://tabloidjubi.net/?p=45 11 September 2011 diakses pada Jumat 6 September 2013.

    Freddy Sokoy, 2011. Kebudayaan Papua. Bahan Seminar Komunitas Facebook Jayapura. Sentani. Jayapura Papua

    ElshamPapua. Batik Sentani memiliki Warna yang Khas dalam http://www.elshampapua.org/index.php/lingkungan/10-budaya/46-batik-sentani-memiliki-warna-khas diakses pada hari Jumat 6 September 2013

    Gabriel Maniagasi 2010. Mencari Identitas Melanesia dalam http://gabrielmaniagasi.blogspot.com/2010/08/mencari-identitas-melanesia.html diakses pada Jumat 6 September 2011 Jam 20.11 wit

    Jacobus Perviddya Salosa. 2006. Otonomi khusus Papua mengangkat martabat rakyat Papua di dalam NKRI.  Jakarta. Pustaka sinar harapan.

    Jhon Ibo. (2005). Sentani dulu sekarang dan akan datang. Makalah yang disampaikan dalam seminar mahasiswa asal Sentani 20-21 Januari 2005 di Sentani.

    Jhon Ibo. 2011. Manfaat Festival Budaya Sentani. Makalah Seminar Komunitas Facebook Jayapura. Sentani Jayapura Papua.

    Mansoben dalam http://tabloidjubi.wordpress.com/2008/05/11/masyarakat-adat-dan-lunturnya-nilai-adat-%E2%80%9Cironisnya-seringkali-mereka-dituding-perjuangkan-aspirasi-merdeka%E2%80%9D/ – Diakses pada hari Rabu 23 Februari 2011 oleh Pilipus Kopeuw – Jam 07:10 wib

    Matius Awaitouw. Bupati-Budaya Bayar Kepala adalah Penghargaan Terhadap Keluarga Perempuan dalam http://harianpagipapua.com/berita-3309-bupati-budaya-bayar-kepala-penghargaan-terhadap-keluarga-perempuan.html diakses padadi Yogyakarta pada hari minggu 1 September 2013 Jam 18.24 wib

    Melville J. Herskovits dan Bronislaw alinowski dalam http://rizqidiaz.blogspot.com/2012/05/-pengertian-budaya-kebudayaanadat.html

    Melanesia dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Melanesia diaksek pada hari jumat 6 September 2013. Jam 19.55 wit

    Pilipus M. Kopeuw. Kharisma pantekosta suku sentani. Artikel. 2001.

    Pilipus M. Kopeuw. Model pendidikan khombo imea modern bagi masyarakat suku sentani. Artikel. Juli 2008.

    Pilipus M. Kopeuw. Model pendidikan bagi masyarakat suku sentani di era otonomi khusus. Artikel. Agustus 2008.

    Pilipus M. Kopeuw. Pendidikan telah membunuh budaya asli sentani secara kontinu pergenerasi. Artikel. Oktober 2008.

    Pilipus M. Kopeuw. Sentani pada masa kini. Artikel. Oktober 2008.

    Pilipus M. Kopeuw. Sentani pasca gereja dan pendidikan. Artikel. Oktober 2008.

    Pilipus M. Kopeuw. Asal usul danau sentani versi sentani tengah. Artikel.  Juli 2009.

    Pilipus M. Kopeuw. Fungsi Obhe diganti dengan kantor polisi. Artikel. Februari 2010.

    Pilipus M. Kopeuw. Adakah nilai ekonomis dari implementasi budaya sentani. Artikel. September 2010.

    Pilipus M. Kopeuw. Sistem perkawinan dan pembagian harta mas kawin suku sentani. Artikel.Oktober 2010.

    Pilipus M. Kopeuw. Mengapa suku sentani lebih individual. Artikel November 2010.

    Pilipus M. Kopeuw. Pemberontakan dalam pemekaran Ondoafi dan kose di Sentani. Artikel Desember 2010.

    Pilipus M. Kopeuw. Danau Sentani hidupku (sebuah Puisi) Desember 2010.

    Pilipus M. Kopeuw. Kunci memproteksi diri dari kuasa phulo atau hobatan di Sentani dan Papua Januari. Artikel 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Arti Relae dalam dalam bahasa sentani. Artikel Februari 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Sentani akan datang. Artikel Februari 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Sentani di masa depan. Artikel Februari 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Sentani bukanlah nama suku tapi nama tempat. Artikel Februari 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Ondofolo adalah kepada adat dan bukan kepala suku. Artikel Februari 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Lestarikan danau Sentani. Artikel April 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Konsep suatu komunitas unggul yang melestarikan budaya sentani. Artikel April 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Bersatu hancurkan benteng kutuk dan selamatkan generasi suku Sentani. Artikel  Mei 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Bagaimana model pendidikan bagi penduduk suku sentani di era modern Juli 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Sebuah harapan awal menjadi tuan di negeri Sentani. Artikel Juli 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Sagu dalam konteks orang sentani. Artikel November 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Fungsi pemanfaatan pohon sagu dan sagu bagi orang sentani. Artikel  November 2011.

    Pilipus M. Kopeuw. Mitos-mitos suku sentani. Artikel 2012.

    Pilipus M. Kopeuw. Asal-usul kata Dobonsolo dan Cycloop di Sentani. Artikel Januari 2012

    Pilipus M. Kopeuw. Model Shema Israel dalam budaya sentani tempo dulu. Artikel Februari 2012.

    Pilipus M. Kopeuw. Tradisi perayaan Ulang Tahun masyarakat sentani tempo dulu. Artikel Februari 2012.

    Pilipus M. Kopeuw. Nilai pembayaran dalam adat sentani beda dengan nilai rupiah. Artikel Februari 2012.

    Pilipus M. Kopeuw. Cara berperang suku sentani. Artikel Juni 2012.

    Pilipus M. Kopeuw. Mithe sagu menurut suku sentani. Artikel September 2012.

    Pilipus M. Kopeuw. Dinamika pemberian perpuluhan dalam budaya suku Sentani. Artikel Juli 2013.

    Pilipus M. Kopeuw. Membangun sentani yang lebih maju.

    Purnomo, dkk. 2010. Mengembangkan format ekonomi komunitas asli Kabupaten Jayapura. Yogyakarta: CV Bima Sakti

    Rudi Wally_http://yeabhu01.blogspot.com/2011/11/budaya-perkawinan-adat-sentani.html. diakse oleh Pilipus Kopeuw_Jogja Minggu 1 September 2013 – Jam 18.41 wib

    Theo Ohee. Budaya Makan Pinang dalam http://papuacarvings.blogspot.com/2013/03/budaya-makan-pinang.html diakses pada Jumat 6 September 2013

    Yakobus F. Dumupa. 2006. Berburu keadilan di Papua. Mengungkap dosa-dosa politik di Papua Barat. Yogyakarta: Pilar Media.

     

    PENTINGNYA HIDUP YANG BERKENAN KEPADA ALLAH

    Penelitian

    Oleh Pilipus M. Kopeuw, S.Th, M.Pd

    Juwangen Kalasan Jogja, Jumat 13 September 2013 – Jam 13.12 wib

     Ketika saya membaca kitab Kejadian pasal 1-9, saya menemukan dua macam karakter, yaitu karakter yang berkenan kepada Allah dan karakter yang tidak berkenan kepada Allah. Bagaimana karakter yang berkenan kepada Allah? Pertama: Ketika Allah menciptakan langit dan bumi, lalu menempatkan Adam dan Hawa. Allah melihat semuanya itu baik. Kejadian 1: 27-29, yang isi :

     1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 1:28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”1:29 Berfirmanlah Allah: “Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.

    Allah berkenan terhadap apa yang IA telah ciptakan, termasuk juga Adam dan Hawa. Adam dan Hawa adalah gambaran kita seluruh umat manusia. Ketika Allah berkenan kepada manusia, DIA telah menyediakan segalanya untuk kehidupan manusia. 

    Kejadian 4: 3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Berikut adalah kehidupan dan korban Habel yang berkenan kepada Allah. Allah berkenan dalam pemberian korban yang benar yang menyukakan hati Allah. Walaupun nyawanya melayang. Apakah Allah berdiam diri dan tidak membela Habel? Perhatikan pembelaan Allah kepada orang yang berkenan walaupun sudah mati. Perhatikan Kejadian 4: 9-12 dibawa ini:

    4:9 Firman TUHAN kepada Kain: “Di mana Habel, adikmu itu?” Jawabnya: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” 4:10 Firman-Nya: “Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah. 4:11 Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. 4:12 Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi.”

    Dalam Kejadian 5: 19-24, menjelaskan tentang silsilah Adam dan Hawa. Bagian ini khusus mengenai Henock. Kenapa Henock yang disoroti? Perhatikan ayat-ayat dibawah ini:

    5:19 Dan Yared masih hidup delapan ratus tahun, setelah ia memperanakkan Henokh, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 5:20 Jadi Yared mencapai umur sembilan ratus enam puluh dua tahun, lalu ia mati. 5:21 Setelah Henokh hidup enam puluh lima tahun, ia memperanakkan Metusalah. 5:22 Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 5:23 Jadi Henokh mencapai umur tiga ratus enam puluh lima tahun. 5:24 Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah.

     

    Ayat-ayat menjelas bahwa Henock hidup berkenan kepada Allah sehingga ia diangkat naik ke Surga. Dalam catatan Sejarah Alkitab, Henock-lah Keturunan Adam dan bahkan manusia pertama yang diangkat hidup-hidup ke Surga. Kenapa Henock diangkat, karena dia hidup berkenan kepada Allah.

    Nuh adalah salah satu Keturunan Adam yang hidupnya berkenan kepada Allah. Kejadian 6: 8 Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN. 6:9 Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah. Apakah yang Allah lakukan terhadap Nuh? Kisah selanjut dari kisah Nuh adalah Allah mendatangkan Air Bah dan menghancurkan seluruh bumi. Hanya Nuh, Keluarganya dan hewan-hewan yang diperintahkan Allah bersamanya saja yang hidup.

    Dari kisah hidup manusia mula-mula ini, benarkah pentingnya hidup berkenan kepada Allah? Bagaimana dengan kita, apakah hidup kita sudah berkenan kepada Allah? Belum ada kata terlambat, jika hidup kita belum berkenan kepada Allah. Kita bisa mulainya saat ini. Intropeksi diri, mohon ampun kepada Allah, dan buat komitmen untuk menjalani hidup yang berkenan kepada Allah. Percayalah kita akan menjadi orang-orang yang beruntung dan berbahagia. Kalau kita pernah berkenan kepada orang lain, pastilah kita akan melakukan sesuatu untuknya. Dalam kisah-kisah diatas, menunjukkan bahwa ketika Allah berkenan kepada Manusia, Allah akan membela kita bahkan Allah akan mengutuk orang-orang yang memusuhi kita. Jadi, kalau begitu hidup berkenan kepada Allah bukanlah sesuatu yang rugi, melainkan sangat berarti buat kita. (Phiko)

    MEMBONGKAR DAN MEMBANGUN DI HUTAN BAMBU

    Penelitian

    Oleh Pilipus Kopeuw, S.Th, M.Pd

    0568 – Rabu 11 September 2013 – Jam 05:06 wit

    Ketika saya bertamu ke rumah salah seorang anggota jemaat GKKD flavouw, rumah mereka terletak diatas bukit.  Setelah saya bertemu dengan mereka, lalu saya coba jalan-jalan di sekitar rumah tempat tinggal mereka. Saya mendengar suara anak-anaknya bermain di bawah pepohonan dibelakang rumah tersebut. Setelah saya menemui anak-anak itu, lalu bertanya kepada mereka: “tempat ini dulunya apa? Kata anak-anak itu: dulunya adalah hutan bamboo. Dan memang benar, karena masih terhampar hutan bamboo di sekitarnya. Kemudian saya arahkan pandangan dan melihat hutan bamboo yang sudah ditebang, juga yang sudah dibakar bahkan ada yang sudah cungkil akar-akarnya.

    Membongkar dan membangun di hutan bamboo yang luas itu menurut pengalaman saya bukan hal yang mudah. Bekerja membersihkan bamboo saja kulit atau tubuh bisa terasa gatal yang luar biasa. Membersihkan bamboo butuh kesabaran. Bayangkan saja satu rumpun bamboo ada berapa banyak batang, berapa meter setiap bamboo dan berapa banyak rantingnya, dan berapa besar bambunya. Belum lagi bagaimana menggali seluruh isi akar bamboo. Akar bamboo adalah akar serabut seperti pohon pinang dan kelapa. Saya bisa mengatakan hal-hal sulit dalam membongkar hutan bamboo karena dibelakan rumah kami ada satu rumpun bamboo, dan saya sudah sering memotong dan membersikannya. Itu sebabnya, saya tahu perjuangan dan kesulitan dalam membongkar hutan bamboo seperti uraian diatas.

    Di sekitar hutan bamboo itu, atau dibelakang hutan bamboo itu ada sebuah jurang agak dalam sekitar 10-20 meter dan lebar sekita 30 meter. Jurang itu berdiri kokoh karena ada akar-akar pohon bamboo yang membentuk tebingnya.

    Saya coba membayangkan, pasti anggota jemaat ini butuh waktu yang cukup lama untuk membongkat hutan bamboo itu. Dalam pengamatan saya, pengerjaannya pembongkaran itu dilakukan secara manual, dan tidak menggunakan alat-alat berat seperti dosen atau eksavator. Namanya saja hutan bamboo. Berarti akar bamboo sudah kait-mengait satu dengan lain. walaupun demikian, di atas lahan bekas hutan bamboo itu, anggota jemaat ini telah membangun rumah batu yang sudah hamper 65 persen selesai. Tinggal pasang plavon, plester tembok dan lantai keramik. Disamping kanan rumah saya melihat ada halaman yang sudah ditumbuhi rumput hijau dan sepertinya sering di parkir mobil sebab ada bekas ban.

    Setelah saya kembali ke rumah anggota jemaat ini, dan duduk di depan teras rumah, yang saya lihat adalah posisi saya sudah ada di Sekolah Dasar Simporo Baborongko di tahun 1977. Dekat SD ini ada banyak kuburan baik untuk masyarakat Kampung Baborongko dan Simporo Sentani Jayapura. Hal yang kami bahas dengan tuan rumah adalah masalah kuburan yang tadinya jauh dari sekolah, kini sudah mendekati sekitar pagar halaman sekolah. Dulu di tahun 1977 kuburan masih sekitar 150-200 meter jauhnya dari halaman sekolah. Kemudian saya kaget dan terbangun dari tidur.

    Ternyata dalam membangun sebuah keluarga dan rumah tangga yang baik, butuh perjuangan dan kerja keras. Membangun rumah tempat tinggal ibarat harus membongkar hutan bamboo, menebang, membersihkan, mencabut akar-akan, menunggu akar itu kering, membakarnya, meratakan tanahnya dan mulai membangun fondasi dan mendirikan rumah tersebut. Tuhan tidak mengirim rumah turun dari langit, ketika kita berdoa untuk punya rumah. Ada harga yang harus dibayar. Ada hal-hal yang harus dikorbankan. Ada kulit yang harus terbakar. Ada keringat yang harus dikeluarkan. Ada rencana yang harus dibuat. Ada gambar/impian yang harus diwujudkan. Dan butuh kesabaran untuk mencapainya. Ada pekerjaan yang harus dimulai. Maka rumah itu akan terbangun ditengah-tengah hutan bamboo yang kelihatan sulit itu. Itu artinya tidak ada perjuangan dan jerih paya yang sia-sia. Bagi orang yang tekun, fokus dan tetap semangat dalam bekerja, waktu akan akan menceritakan hasil kerja kerasnya. Cepat atau lambat, siapa yang bekerja pantaslah menikmati hasil pekerjaannya.

    Dalam hubungannya dengan jumlah kematian yang terus bertambah, adalah kalau bisa kematian jangan bertambah dalam hidup kita dan keluarga kita. Cukup saja dengan kematian yang dulu, sekarang mari kita pertahankan dan membangun hidup, supaya halaman untuk orang hidup lebih banyak. Biarkan berkat Tuhan menghiasi halaman hidup, keluarga, karir, pelayanan dan rumah kita.

    Mari kita terus membongkar hutan bamboo dan pelihara kehidupan dengan baik. Hiduplah dan nikmatilah berkat perjuangan dan kerja keras kita. Bicarakan kehidupan, akhiri semua kematian dalam segala hal dalam hidup kita. Mari bongkar dosa dengan segala akar-akarnya. Mari bongkor keburukan dan segala akar-akarnya. Hiduplah sebagai orang merdeka. Sebab harga kita telah dibayar lunas di kayu salib oleh Yesus.

    MUNGKINKAH ADA JALAN ASPAL DIATAS KULIT LAUTAN?

    Penelitian

    Oleh Pilipus kopeuw, S.Th, M.Pd

    Rabu 11 September 2013 – Jam 03:33 wib

    Papua terkenal dengan pulau besar dan pulau kecil. Pulau besar adalah daratan besar pulau Irian. Sering disebut juga dengan sitilah tanah besar. Sedang pulau kecil adalah pulau-pulau kecil yang berhamparan di sekitar pulau besar itu.

    Saya bekerja sebagai dosen di salah satu sekolah tinggi agama negeri di Papua. Sekolah ini membuka program perkuliahan kelas jauh dibeberapa daerah di Papua. Seperti di Kabupaten Sarmi, Deiyai, Wegete, Serui, Biak dan Supiyori. Untuk mengajar kelas jauh, telah dibentuk Tim Pengelola Pusat dan Tim dosen yang akan mengajar di kelas jauh tersebut. Untuk mencapai lokasi pelaksanaan kelas jauh, bisa ditempuh dengan jalan darat, laut maupun udara.

    Hal yang mengejutkan saya dalam mimpi adalah kami tidak punya alat transportasi untuk menuju lokasi kelas jauh. Sempat dalam mimpi itu saya bersama seorang teman dosen Jurusan Teologi namanya Mikha Gobai. Beliau katakana kepada saya, Pak mari kita jalan kaki saja ke tempat tugas. Saya katakan, yang benar saja pak, kita tidak punya alat transportasi. Tapi Mikha mengatakan kepada saya, bahwa ada jalan aspal di tengah lautan itu untuk kita bisa menyeberang. Awalnya saya tidak percaya, mana mungkin ada jalan aspal ditengah lautan. Sebab yang saya lihat adalah gelombang saja, dan tidak ada jalan aspal. Karena kami harus segera menuju tempat tugas, akhirnya saya mengikuti langkah Mikha berjalan menyeberangi jalan aspal di tengah lautan.

    Dalam pemikiran saya adalah bahwa lautan itu telah ditimbun sedemikian rupa untuk dibuatkan jalan ditengah lautan itu. Ternyata tidak. Sebab ketika kami berjalan diatas jalan aspal ditengah lautan itu, jalan itu bergerak dan bergoyang mengikuti arus gelombang. Saya menjadi takut, jangan-jangan kami terhempas ke lautan. Saya melihat Mikha berjalan dengan santai tanpa menghiraukan jalan aspal ditengah laut yang sendang bergoyang ke sana-ke mari. Saya pun menyesuaikan. Akhirnya saya dan Mikha bisa menyeberangi lautan dengan berjalan kaki.

    Sesuatu yang aneh dan ajaib apabila ada teknologi canggih yang bisa membuat jalan aspal terapung ditengah lautan dan diatas kulit air laut. Mustahil memang. Tapi dalam kenyataannya di mimpi itu, bahwa saya dan Mikha berjalan diatas jalan aspal di tengah lautan menuju ke tempat tugas.

    Catatan ini merupakan mimpi saya yang kesekian kalinya. Dulu, mimpi bagi saya hanya buah tidut. Tetapi ketika, saya mulai memahami bahwa mimpi kadang menjadi sarana komunikasi, sarana kompas, menjadi peringatan, menjadi jawaban, maka setiap mimpi yang masih saya ingat dengan baik, dituangkan ke atas kertas. Kemudian catatan kisah mimpi itu saya coba menemukan pesa-pesan edukasi yang tersirat di dalamnya.

    Misalnya saja untuk mimpi ini, pesan apa yang tersirat di dalam? Apakah mungkin ada jalan aspal diatas kulit air laut. Apakah mungkin ada kepercayaan untuk bisa menyeberang lautan yang ganas itu dengan berjalan di atas jalan yang tidak punya dasar yang kuat? Kisah ini, mengingatkan saya akan konsep dasar iman dalam Kitab Ibrani 11:1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Adakah dasar yang kuat dari jalan aspal diatas kulit laut? Kenapa saya bisa mempercayai begitu saja untuk melangkah? Apakah saya yang kelihatan bodoh? Apakah Mikha juga bodoh? Lantas Mikha menggambarkan siapa dalam mimpi ini? Dalam Yakkobus :17, Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada  hakekatnya adalah mati.

    Sejak tanggal 26 Agustus 2013 saya ada di Jogja untuk beberapa urusan, yakni studi akhir S3 di UNY, urus anak Aldo untuk tes sekolah di Merpati Training Center (MTC) di Kemayoran Jakarta, akan menjadi pembicara dalam seminar “Waktu Indonesia Timur” yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Mahasiswa Timur Institut Seni Indonesia Jogja tanggal 13 September 2013 dan juga mencoba untuk menyelesaikan 3 naskah buku yang sudah lama saya tulis sejak tahun 2008. Dua naskah buku sudah saya selesaikan dan sudah cetak masing-masing 30 buku. Belum ada ISNN-nya.

    Dalam melaksanakan tujuan-tujuan itu, saya mendapatkan beberapa judul buku baru seperti “Menggali Budaya Sentani di Papua untuk Indonesia” dan “Budaya Sentani dalam Ras Melanesia. Saya juga mendapatkan ide untuk membuat “Jurnal Burere” dan “Majalah Rohani Embun Cycloop”. Selain itu saya ingin membangun sebuah penerbitan sendiri di Sentani Jayapura Papua.

    Selain itu, di Sentani istri saya juga menghadapi tantangan luar biasa dalam persiapan membangun rumah. Material batu, pasir, semen dan balok serta tukang sudah siap untuk bekerja, terjadi keributan dan mereka melarang istri saya untuk membangun rumah diatas tanah itu. Pergumulan hamper seminggu. Tanah itu adalah tanah pribadi mertua saya, yang sudah berpuluh-puluh tahun tidak tersentuh. Tanah itu dijaga oleh keluarga yakni Bapak Soleman Yom yang berpangkat sebagai pesuruhnya mertua saya. Akhirnya pihak-pihak yang melarang istri saya, mereka datang dan meminta maaf kepada istri saya, mertua saya dan seluruh keluarga, karena telah salah dalam bertindak. Akhirnya proses pembangunan rumah dapat dilanjut dengan dilakukan prosesi doa dan peletakan batu pertama oleh Mertua saya Bapak Saul Suebu, Bapak Leo Hokoyoku dan Bapak Soleman Yom.

    Mimpi ini datang dalam kondisi dan situasi seperti yang saya kisahkan diatas. Kemarin 10 September 2013, dua naskah tulisan saya, tentang “Optimalisasi Penelitian Mahasiswa PAK, Teologi dan Musik Gereja” dan “Produktifitas dan Kompetensi Penelitian Agama, Teologi dan PAK” saya sudah serahkan kepada penerbit ANDI Offset. Saya tidak tahu uang dari mana, untuk bisa membayar rencana penerbitan 2 buku tersebut. Saya percaya mimpi ini menjadi jawaban Tuhan atas pergumulan saya.

    Jalan aspal diatas kulit air laut adalah suatu kemustahilan dalam dunia teknologi manapun. Tetapi Tuhan menyuruh saya melalui teman dosen saya untuk bersama-sama menyebarang. Maknanya adalah berani percaya kepada Tuhan untuk berjalan diatas ketidak mungkinan menuju kepada tujuan yang diharapkan. Konsep iman bukan hanya sekedar untuk diketahui dan dimengerti. Tetapi juga untuk dilalui dengan totalitas kepercayaan kepada Tuhan dan bersama Tuhan menuju sebuah iman, tujuan, cita-cita, impian dan pengharapan kita. Beranikan diri saya dan saudara berjalan bersama Tuhan dalam ketidakmungkinan. Percayalah bahwa selalu ada jalan Tuhan untuk kita, saat tiada jalan lain lagi.

     

    NUH ADALAH ANAK PENGHIBURAN

    Penelitian

    Oleh Pilipus Kopeuw

    Juwangen Kalasan Yogyakarta, Senin 9 September 2013 – Jam, 08:09 wib

    Kejadian 5: 28-32. Bunyinya 5:28 Setelah Lamekh hidup seratus delapan puluh dua tahun, ia memperanakkan seorang anak laki-laki, 5:29 dan memberi nama Nuh kepadanya, katanya: “Anak ini akan memberi kepada kita penghiburan dalam pekerjaan kita yang penuh susah payah di tanah yang telah terkutuk oleh TUHAN.” 5:30 Dan Lamekh masih hidup lima ratus sembilan puluh lima tahun, etelah ia memperanakkan Nuh, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. 5:31 Jadi Lamekh mencapai umur tujuh ratus tujuh puluh tujuh tahun, lalu ia mati. 5:32 Setelah Nuh berumur lima ratus tahun, ia memperanakkan Sem, Ham dan Yafet. Bandingkan dengan Kejadian 3:17 Lalu firman-Nya kepada manusia itu: “Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: dalam kitab kejadian 5, membahas tentang silsilah Adam (Kain, Habel, Set)- Set (Enos)-Enos (Kenan)-Kenan (Mahalaleel)-Mahalaleel (Yaret)-Yaret (Henockh), Henockh (Metusalah)-Metusalah (Lamekh)-Lamekh (Nuh)-Nuh (Sem, Ham, Yafet).

     

    Tabel Keturunan Adam dan Hawa Kejadian 5

    No

    Nama

    Punya anak pada Usia

    Nama anak

    Tahun lahir

    Lama hidup

    Tahun mati

    1

    Adam

    130 Thn

    Kain, Habel, Set

    Tahun 130

    930 Thn

    Tahun 930

    2

    Set

    105 Thn

    Enos

    Tahun 234

    807 Thn

    Tahun 937

    3

    Enos

    90 Thn

    Kenan

    Tahun 554

    815 Thn

    Tahun 1054

    4

    Kenan

    70 Thn

    Mahalaleel

    Tahun 624

    840 Thn

     

    5

    Mahalaleel

    65 Thn

    Yaret

    Tahun 698

    895 Thn

     

    6

    Yaret

    62 Thn

    Henockh

    Tahun 760

    800 Thn

     

    7

    Henoch

    65 Thn

    Metusalah

    Tahun 825

    360 Thn

    Naik ke Surga

    8

    Metusalah

    187 Thn

    Lamekh

    Tahun 1012

    969 Thn

     

    9

    Lamekh

    182 Thn

    Nuh

    Tahun 1194

    770 Thn

     

    10

    Nuh

    500 Thn

    Sem, Ham Yafet

    Tahun 1694

     

     

     Nuh adalah keturunan Adam yang ke sembilan. Jadi, tahun kutuk telah terjadi sepanjang 1194 tahun dari Adam sampai Lamekh. Hanya pada Lamekh-lah dikeluarkan bahasa bahwa anaknya sengaja diberi nama “Nuh” karena “Anak ini akan memberi kepada kita penghiburan dalam pekerjaan kita yang penuh susah payah di tanah yang telah terkutuk oleh TUHAN.” Kelahiran Nuh membawa pemulihan dan kekuatan. Pemulihan dan kekuatan dalam hal apa? Allah telah mengutuk tanah, dan manusia pertama hingga keturunan ke delapan telah bersusah payah mengola hasil tanah. Namun dengan kelahiran Nuh, dikatakan sebagai anak penghiburam dalam pekerjaan.

    Kelahiran anak-anak tidak lagi menjadi penambah beban kutuk, tetapi menjadi penghiburan. Inilah sebuah terobosan baru yang dilakukan Lamekh dalam pikiran, perkataan bahkan tindakannya dalam hidup dan keluarganya serta imannya kepada Allah. Pernghiburan dalam hal apa? Alkitab jelas mengatakan, bahwa dengan lahirnya Nuh, merupakan penghiburan dalam pekerjaan yang dulunya telah didengan sejak secara turun temurun dari Set hingga Ayahnya Henock yakni Metusalah. Namun pada masanya Lamekh, ia mengadakan perubahan paradigma, perubahan konsep, perubahan keyakinan. Bahwa anak-anak yang lahir adalah berkat Allah dan juga sebagai penghiburan dan sukacita dalam bekerja mengelola usaha dan melakukan pekerjaan dengan Totalitas dan Loyalitas.

    Bagaimana dengan kita, apakah masih menganggap pekerjaan dalam hidup ini berat dan bagian dari kutuk? Apakah anak-anak hanya menambah bebas kesulitan? Apakah anak-anak hanya menambah stress dan masalah lainnya? Lamekh telah membuat perubahan dan tidak mau hidup dalam stigma yang diajarkan oleh nenek moyangnya. Ia ingin membawa perubahan, ia ingin mengubah sudut pandangnya? Bagaimana dengan kita? (Phiko).

     

     

    LEPASKAN MILIKMU IKUTLAH TUHAN

    Penelitian

    Oleh Pilipus Kopeuw

    0565 – GKI Gejayan Yogyakarta, Minggu 8 September 2013 – Jam 13.29 wib

     Kekristenan identik dengan pemuridan. Kekristenan disebut juga sebagai komunitas Kristen (baca Lukas 14:25-33). kekristenan tanpa pemuridan sama dengan kekristenan yang tidak ada Yesus. Kisah Para Rasul 11:26 Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen. Itu artinya, setiap orang yang ikut Yesus harus menjadi murid. Untuk menjadi murud-Nya ada syaratnya.

    GambarSyarat pertama, ikut Yesus harus membenci ayah, ibu, suami, istri, dll. Kata-kata Yesus ini benar-benar keras. Padahal dalam teks Alkitab lain dikatakan “kasihilah dan hormatilah ayahmu dan ibumu…”. Perhatikan konteks waktu itu, orang banyak hanya mau ikut Yesus kemanapun Yesus pergi, tetapi tidak mau melayani Yesus. Mereka ikut Yesus karena ingin mendengar dan melihat hal-hal yang menyenangkan. Tidak bisa ikut Yesus berarti tidak bisa menjadi murid. Kata-kata Yesus itu memiliki tujuan untuk membuat orang terkejut (progress). Contoh, pelajaran waktu Taman Kanak mudah. Waktu Sekolah Dasar, pelajaran agak sulit. Waktu masuk SMP, tambah sulit. Waktu masuk SMA/SMK  tambah sulit lagi. Apalagi waktu kuliah, betapa sulitnya. Tingkatan ini tidak bisa dibalik. Waktu kuliah mudah hingga TK lebih sulit lagi…ironis sekali.  Bagaimana progress itu terjadi, harus direcanakan dengan tahapan yang keras. Misalnya untuk melakukan diet, harus ada kejutan dalam hal pengaturan pola makan yang biasa mengubah hal biasa menjadi yang tidak biasa, karena sebuah tujuan. Begitu juga dalam hal mengikut Yesus, harus ada kejutan (progress).

    Apa yang dimaksud Yesus dengan “membenci ayahmu dan ibumu…?” apakah Yesus mengajarkan hal baru? Maksud Yesus adalah mereka tidak bisa hidup dalam hubungan “kekeluargaan”, maka dia harus berani hidup melampaui hubungan kekerabatannya. Membenci Ayah dan Ibu bukan berarti menjadi musuh!, tapi mencintai Tuhan lebih sedikit dari kekerabatan. Artinya melihat Tuhan, mencintai Tuhan lebih sedikit, bahkan lebih dari nyawanya.

    Menjadi murid Yesus berarti harus melayani. Ketika Roh Kudus turun ke atas kamu, maka kamu akan menjadi saksiku mulai dari Yerusalem. Menjadi murid Yesus tidak berhenti pada hubungan kekerabatan. Injil harus diberitakan melampaui hubungan-hubungan kekerabatan. Karena pelayanan Injil tidak hanya berhenti pada orang Yahudi saja, tetapi harus terus diberitakan kepada seluruh suku bangsa di bumi ini.

    Syarat Kedua adalah barang siapa yang tidak memikul salib tidak bisa menjadi murid-Nya. Disini menjelaskan bahwa hal pikul salib sambil diikuti dengan mengikut Yesus. sebab memikul salib tanpa mengikut Yesus itu salib yang salah. Memikul salib adalah sesuatu yang harus kita pikul karena keinginan Tuhan. Sebagai contoh: ada seorang pelatih anjing bernama Lesly Danking, ia diminta melatih anjing supaya ikut perintah tuannya. Latihan dengan memberikan daging yang sudah dimasak dan dibumbui, kemudian ditaruh di depan anjing. Anjing itu diperintahkan untuk tidak memakannya. Bagaimana sikap anjing itu? Jelas kepalanya akan terus menatap daging itu, lidanya akan menjulur keluar, air liurnya mungkin akan semakin banyak. Untuk menghindari itu, supaya anjing tetap taat tidak memakan daging itu, maka sang pelatih mengarahkan perhatian anjing itu kepada tuannya.

    Demikian halnya mengikut Yesus, memandang kepada Yesus dan memikul salib. Salib tanpa Yesus, tanpa guna. Salib itu karena Yesus yang kita ikuti. Kalau karena korupsi baru dipecat dan mengatakan ini salib yang harus saya pikul. Ini salah kaprah, sebab itu bukan salib yang dimaksud. Demikian juga kalau mengalami putus pacar, mengatakan bahwa ini salib yang harus saya pikul. Padahal diputus karena selingkuh ketahuan punya pacar lain. salib itu jadi berarti apabila mengikut Yesus.

    Pemuridan menjadi hal yang penting saat kita ikut Yesus. menjadi murid itu tidak akan pernag berhenti dan dia akan semaki belajar. Buah-buah kehidupannya akan semakin manis. Hidupnya akan menyinarkan kasih Kristus. Hidupnya akan diisi dengan pelayanan dan terus mengalami pertumbuhan dan peningkatan dari satu pelayanan kepada pelayanan yang lainnya. Tapi jika atau kalau hanya sekedar menjadi pengikut Yesus saja, kita tidak akan berguna.

    Syarat ketiga adalah pikirkan konsekwensi menjadi murid Yesus. perhatikan bahwa terjadi kasus ketika orang menantang Yesus, Yesus katakan kepada mereka: coba pikirkan dan renungkan kebenaran ini:  contoh pertama, tentang bagiamana perlunya persiapan seseorang dalam membangun rumah. Semuanya harus diperhitungkan dengan baik; contoh kedua, seperti orang yang sedang akan maju berperang, perlu memperhitungkan kekuatan lawan. Dua contoh ini mengajarkan kepada kita bahwa kita harus tahu segala konsekwensi, resiko untuk dijalani bersama Yesus.

    Syarat keempat adalah supaya bisa menjadi murid berani melepaskan, karena mengerti cinta yang lebih besar. Contoh ibu-ibu di Medan menyebut “Honda” untuk semua jenis motor. Mereka tidak mengatakan itu Suzuki, Yamaha, ninja. Pokoknya semua motor disebut Honda. Tak ada motor lain bah, merek ini dan itu semua disebut Honda. Demikian juga orang yang mencintai Tuhan sungguh-sungguh ia akan melekat dan tidak akan melepaskan Tuhan. Demikian juga dengan cinta, karena mencintai, maka mampu melepaskan yang lain.

    Tuhan ingin kita melangkah lebih lagi. Sekarang mungkin anda jadi Paduan Suara, tapi tidak selamanya. Harus ada peningkatan lain lagi. Menjadi murid Tuhan tidak berhenti pada sebuah area yang nyaman. Rajawali dalam membuat anak-anaknya dewasa adalah dengan membongkar atau menghancurkan sarangnya. Sarang adalah gambaran kenyamanan yang tidak membuat dewasa. Mengikut Yesus tidak membuat kita nyaman, tetapi ingatlah bahwa yang Yesus mau kita menjadi seperti Rajawali Yang Dewasa.

    Apakah anda hari ini menjadi murid Yesus ataukah hanya menjadi pengikut Yesus? apakah Anda hanya ingin dilayani atau melayani? (Phiko).

    BERKUASALAH ATAS DOSA

    Penelitian

    Oleh Pilipus Kopeuw

    Juawangen Seleman Jogja Minggu 8 September 2013 – Jam 08:29 wib

     Dosa adalah perbuatan yang tidak disukai oleh Allah. Allah sangat tahu bahwa manusia sangat sensitif sekali dan mudah tergoda untuk berbuat dosa. Kita pasti ingat, sejarah manusia pertama berbuat dosa yakni dalam Kejadian 2. Sebelumnya Allah sudah mengingat kepada Adam supaya jangan memakan meraba ataupun memakan buah pohon pengetahuan yang baik atau yang jahat. Namun Hawa tidak mengindahkan perintah Allah, akibatnya Hawa dan Adam jatuh dalam dosa dan bersembunyi dari Allah.

     “Kejadian 4:7 Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” Firman Tuhan dalam Kejadian 4 keseluruhan menceritakan tentang Kain membunuh Habel. Namun yang ingin saya bicarakan dalam renungan ini adalah tentang Firman Tuhan kepada yang isinya “tetapi engkau harus berkuasa atas dosa”. Mengapa Allah meminta kepada Kain supaya ia harus berkuasa atas dosa? Sebab Allah adalah Allah yang Maha Tahu. Allah tidak dibatasi dengan ruang dan waktu. Tetapi Allah juga memberi haka bebas kepada manusia untuk belajar memilih, untuk belajar mempercayai Allah, untuk belajar menangkap dan mengerti pikiran dan kehendak Tuhan.

    Dulu waktu saya masih anak-anak, biasa bermain pisau, ketika itu ayah selalu diperingakan jangan bermain pisau nanti tanganmu terpotong. Saya tidak mengindahkan nasihat ayah, akhirnya tangan saya terpotong dan mengeluarkan darah. Hal itu, saya sembunyikan dari ayah. Namun ketika ayah melihat luka goresan di jari jari saya, ayah sudah tahu. Jika saja saya mengidahkan nasihat ayah, pasti jari saya tidak terluka dan saya aman. Setelah saya berkeluarga dan punya anak, suatu saat kami beralih memasak dari menggunakan kompor minyak ke kompor gas. Ketika anak-anak saya hendak memasak dengan menggunakan kompor gas, saya atau istrinya selalu ingatkan kepada anak-anak bahwa jangan ditinggal kalau lagi memasak. Namun mereka tidak mengindahkannya, sehingga kadang apa yang masak hangus (gosong) kalau itu air makan panic atau dandang menjadi kering dan kotor. Kami tahu apa yang akan terjadi sehingga selalu memperingatkan anak-anak. Orang lain juga pastilah melakukan hal yang sama. Tujuannya adalah agar selalu ada “keamanan dan kedamaian” dan kebahagiaan bersama.

    Begitu juga Allah, jauh sebelumnya telah mengingatkan kepada Kain untuk bisa tersenyum walaupun korban persembahannya tidak berkenan kepada Allah. Allah juga meminta kepada Kain untuk tetap berbuat baik walau usahanya penyembahan tidak berkenan. Kenapa Allah meminta Kain kalau bisa berbuat seperti itu? Alasannya jelas, bahwa senyum yang sungguh-sungguh dan murni, dan dengan hati yang benar-benar baik, akan mempengaruhi hidup menjadi baik. Hal buruk akan dilihat dari sisi positifnya, sehingga bisa buat perbaikan diri. Jika hal negetif dipandang dengan negatif dan karean faktor orang lain, maka akan menjadi cela bagi masuknya pikiran dan tindakan untuk berbuat dosa.

    Itu sebabnya, Allah mengingatkan kepada Kain untuk berkuasa atas dosa, sehingga itu luput dari akibat dan dampak buruk dari tindakan-tindakan dosa. Upah dosa adalah maut. Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Allah mengusir dari Taman Eden. Sekarang Kain, ketika ia berbuat dosa, maka Allah juga mengutuknya. Kejadian 4:12 Apabila engkau (Kain) mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu (Kain); engkau, Kain menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi.”

    Perbuatan dosa selalu berakibat buruk bagi pelakunya. Ini adalah hukum Allah dan terus berlaku hingga kekekalan. Hari ini kita belajar sesuatu, bahwa Allah mau kita berkuasa atas dosa. Dengan cara tetap senyum dan tetap berbuat baik. (Phiko).

     

    ADA DUA POHON KHUSUS DI TAMAN EDEN – ANDA PILIH YANG MANA

    Penelitian

    Oleh Pilipus Kopeuw, S.Th, M.Pd

    Juwangen Kamis 5 September 2013 – Jam 22:19 wib

     Kejadian 2:16 Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, 2:17 tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Bandingkan dengan Kejadian 3:22 Berfirmanlah TUHAN Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.”

    Dari dua bagian kitab Kejadian ini menjadi pertanyaan adalah apakah ada dua pohon khusus yang dilarang oleh Allah supaya tidak dimakan oleh Adam dan Hawa. Perintah larangan ini diberikan kepada Adam, tidak kepada Hawa. Perhatikan bacaan pertama, bahwa saat perintah itu dikeluarkan Allah, Hawa belum ada. Nah, setelah perintah itu, baru Hawa diciptakan dar tulang rusak Adam. Itu berarti Hawa dituntun oleh Adam. Adamlah yang mengajarkan Hawa tentang Allah melarang mereka untuk tidak boleh memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Jadi, ada berapa pohon pengetahuan di taman itu? Apakah satu atau dua?

    Kalau melihat bacaan kitab bagian kedua, dalam percakapan Allah Tri Tunggal muncul perkataan “Jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula buah pohon kehidupan itu dan memakannya”. Jadi rupanya di Taman Eden ada dua pohon, satunya adalah pohon pengetahuan dan kedua adalah pohon kehidupan. Apa itu pohon pengetahuan yang baik dan jahat, dan apa itu pohon kehidupan? Dari kedua bagian bacaan ini jelas, bahwa buah pohon pengetahuan jika dimakan maka akan menjauhkan manusia dari Allah bahkan berakibat kutuk, dan kesusahan bahkan pengusiran dari Taman Eden. Bagaimana dengan buah pohon kehidupan? Jika manusia makan pohon kehidupan menjadi apa mereka? Allah Tri Tunggal dalam pembahasannya menjelaskan bahwa kalau sampai manusia pertama ini memakan buah kehidupan, mereka akan hidup selama-lamanya.

    Rupanya Allah tidak mengatakan kepada Adam atau Hawa bahwa di dalam Taman Eden itu masih ada satu pohon “bonus”. Katakanlah demikian, karena Allah tidak memberi tahu terlebih dahulu. Apakah pohon itu adalah “pohon surprise atau reword atau Hadiah buat manusia kalau mereka taat? Bisa saja, seandainya mereka tidak memakan buah larangan yaitu buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Dalam pekerjaan dimana saja, biasanya para pimpinan, presiden direktur, kadang-kadang memberikan bonus dan penghargaan kepada mereka yang berhasil dalam kesetiaan dan prestasi kerja yang baik.

    Terima kasih Allah, karena hari ini saya Engkau tuntun untuk mengetahui hal ini dan saya bersyukur bisa membagikannya juga buat para pembaca. Semoga menjadi berkat.

     

    PENTINGNYA MENGIMANI SESUATU

    Penelitian

    Oleh Pilipus Kopeuw, S.Th, M.Pd

    Juwangen Kalasan Yogyakarta, Rabu 4 September 2013 – Jam 09:47 wib

     

    Dalam Kitab Ibrani 11:1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.  Bandingkan dengan Yakobus 2:17 Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Kita beriman karena tidak punya apa-apa. Kita butuh ini dan itu. Tapi kita tidak punya daya untuk itu. Tetapi kita tetap beriman. Apakah salah, jika kita memiliki iman? Dalam dunia pendidikan, guru biasa bertanya kepada anak-anak didiknya, untuk memperkenalkan diri dan menyebutkan apa yang menjadi cita-citanya. Iman bisa diartikan dengan cita-cita juga, dalam bisnis Multi level marketing, mereka mengajarkan pentingnya membangun “impian”. Konsep impian diadopsi dari kata “iman”. Berarti iman juga adalah impian. Kata lainnya lagi adalah “harapan”. Harapan akan masa depan apa? Keluarga, bisnis, karir, studi lanjut, anak-anak, dan sebagainya. Kata harapan juga adalah bagian dari pemahaman yang sama dengan iman. Jadi kata iman sama dengan cita-cita, impian dan harapan.

    Semua kita ingin berhasil. Ketika kita mulai mengetahui bahwa ada banyak orang yang telah berhasil dalam banyak hal. Kita termotivasi oleh keberasilan mereka. Kita mulai berpikir, saya ingin menjadi orang yang seperti ini atau seperti itu. Pikiran seperti ini adalah sangat wajar. Hal itu berlaku bagi keberhasilan dalam pertumbuhan rohani dan keseluruhan aspek kehidupan kita.

    Kita selalu diajarkan bahwa ditekankan untuk beriman-beriman dan beriman. Pertanyaannya adalah beriman yang seperti apa? Beriman dalam hal apa? Beriman tentang apa? Berapa banyak hal yang harus mengimani? Pentingkah mengimani sesuatu?

    Saya punya pengalaman, sejak tahun 2002, saya menulis 3 hal cita-cita, harapan dan impian saya, lalu saya tempelkan di Alkitab saya. Ketiga hal itu adalah, (1) saya ingin jadi seorang penulis, (2) saya ingin menjadi pencipta lagu, dan (3) saya ingin menjadi orang yang bijak. Sepertinya dulu saya merasa lucu dan mustahil saya bisa mencapainya. Ternyata dari catatan cita-cita di tahun 2002 itu, terus menjadi pengingat yang baik, dan selalu berbicara kepada saya kapan kamu akan tulis, kalau tidak sekarang memulainya; kapan kamu akan menjadi pencipta lagu kalau tidak dimulai sejak sekarang, kapan kamu akan menjadi bijak kalau tidak dimulai dari saat ini.

    Akhirnya tahun 2008, salah seorang teman kuliah saya Program S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta bernama Adi membantu saya membuka sebuah Blog. Sejak saat itu, saya mulai rajin menulis hingga saat ini. Tulisan saya sudah mencapai 560 judul artikel. Kemudian saya juga menekuni menulis jurnal yang hanya sebatas studi pustaka saj. Setelah itu saya juga meningkatkan diri dengan mulai melakukan penelitian-penelitian. Dari tulisan-tulisan atau artikel-artikel, serta hasil penelitian saya sendiri, saat ini saya sedang mencoba menyusun 3 buah draf buku, yakni (1) Optimalisasi Penelitian Mahasiswa di Perguruan Tinggi Teologi Agama Kristen; (2) Pengantar Metodologi Penelitian PAK, Teologi dan Musik Gereja; dan (3) Sentani menanti pelangi. Sedangkan untuk menciptakan lagu, saya sudah menciptakan hamper sepuluh lagu tapi masih untuk diri sendiri, baik lagu rohani maupun yang bukan rohani. Dalam menuju menjadi orang yang bijaksana, saya mulai mengoleksi dan mempelajari berbagai tulisan dan kata-kata bijak. Dalam file saya, ada kata bijak rohani dan kata bijak umum. Kata bijak rohani sudah 600-an sedang kata bijak umum sudah mencapai 6000-an. Kata-kata bijak ini sangat membantu saya dalam mengajar, dalam konseling/sharing serta dalam berkhotbah.

    Judul artikel ini muncul dalam pikir saya dengan pertanyaan “Pentingkah mengimani sesuatu?” dari pengalaman yang saya kisahkan, jawabannya jelas terhadap pertanyaan ini adalah sangat penting sekali untuk kita mengimani sesuatu. Dasar Alkita Ibrani 11:1 dan Yakobus 2:17, sudah sangat jelas, bahwa di dalam mengimani, harus disertai perbuatan/tindakan. Sebab tidak ada keberhasilan yang jatuh dari langit. Keberhasilan dalam bidang apapun haruslah diperjuangkan. Beriman yang benar selalu menuntun kepada langkah-langkah tindakan. Kalau kita beriman tetapi tidak bertindak, itu sama saja kita sedang bermimpi saja. Sebab orang yang bermimpi ketika bangun kondisinya tidak berubah, karena tetap sama. Tetapi beriman yang benar selalu dilanjutkan dengan tindakan, tergantung pada apa yang dia imani. Tidak ada yang salah ketika kita beriman dengan benar, pasti Tuhan akan menolong kita mencapai iman itu. Bagi yang telah beriman, tetaplah beriman, bagi yang sudah beriman tapi tidak ada tindakan, mari bertindaklah agar iman itu jadi nyata. Bagi yang belum beriman, jangan jadi penonton, mari bangun imanmu, biarlah kita sama-sama dapat berbagi cerita tentang pentingnya beriman. (Phiko).